Efektivitas Ketamine Intranasal untuk Manajemen Nyeri Akut pada Anak

Oleh :
dr. Joko Kurniawan, M.Sc., Sp.A

Beberapa studi meneliti efikasi dan keamanan ketamine intranasal untuk manajemen nyeri akut pada anak. Sedangkan untuk nyeri sedang hingga berat, obat golongan opioid, yaitu morfin dan fentanyl sering menjadi pilihan.

Akan tetapi, mengingat efek sampingnya yang cukup banyak, terutama efek sedasinya, penggunaan opioid pada anak perlu lebih diwaspadai. Pemilihan obat selain opioid seperti ketamine dapat menjadi alternatif.[1,2]

Mekanisme Ketamine Intranasal dalam Manajemen Nyeri Akut

Ketamine bekerja dengan menghambat reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) sehingga menurunkan aktivitas neurotransmiter glutamat di otak dan saraf tulang belakang. Ketamine juga memiliki efek pada berbagai reseptor opioid.

shutterstock_248461042-min

Efek ketamine ini berhubungan dengan besarnya dosis yang diberikan, di mana dosis 0,1–0,3 mg/kg intravena, 0,5 mg/kg intramuskular, dan 1 mg/kg intranasal sudah dapat menimbulkan efek analgesik tanpa menimbulkan efek sedasi. Pada dosis yang lebih tinggi, ketamine dapat memberikan efek sedasi dan beberapa efek samping, seperti mimpi buruk, halusinasi, dan efek psikotik lainnya.[3]

Efektivitas Ketamine Intranasal sebagai Manajemen Nyeri Akut pada Anak

Beberapa studi telah dilakukan untuk menilai efektivitas ketamine intranasal dan membandingkan dengan fentanyl, sebagai agen yang umum dipakai untuk nyeri akut pada anak. Sebuah meta-analisis di Amerika Serikat meninjau 546 studi dengan total 276 pasien anak berusia 3–17 tahun yang mengalami nyeri akibat cedera muskuloskeletal dan nyeri abdomen.

Hasil studi ini menunjukan bahwa penggunaan ketamine intranasal memberikan penurunan intensitas nyeri yang sama dibandingkan dengan penggunaan fentanyl intranasal. Intensitas nyeri diukur dengan skala nyeri 0–10 yang dievaluasi pada menit ke-10, -15, -30, dan -60. Studi ini dilakukan pada ruang lingkup unit gawat darurat, unit hematoonkologi, dan unit luka bakar. Pada studi tersebut juga tidak didapatkan efek samping yang serius pada anak yang diberikan ketamine intranasal.[4]

Studi lain di Amerika Serikat meneliti 773 anak berusia 0–15 tahun dengan kasus trauma. Pada studi ini dimasukkan kasus anak dengan kecurigaan fraktur yang ditandai dengan deformitas pada ekstremitas sebagai kriteria inklusi.

Penggunaan ketamine intranasal memberikan hasil yang lebih baik daripada fentanyl dalam menurunkan skor nyeri. Skala nyeri yang digunakan adalah skala nyeri wajah Wong Baker pada anak berusia 4–10 tahun dan visual analog scale (VAS) pada anak berusia 11–17 tahun. Selain itu, efek samping yang ditimbulkan ketamine intranasal juga ditemukan lebih ringan daripada fentanyl. [5]

Hal serupa juga dibuktikan melalui studi yang dilakukan di Arab Saudi. Meta-analisis ini melibatkan 7 studi pada anak berusia di bawah 18 tahun yang mengalami nyeri sedang hingga berat akibat fraktur ekstremitas. Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor nyeri (skala 010) dalam 10–30 menit setelah pemberian ketamine intranasal.

Efek analgesiknya dapat bertahan selama 60 menit sehingga sangat sesuai digunakan dalam ruang lingkup gawat darurat. Selain itu, tidak terdapat efek samping yang dilaporkan studi tersebut.[6]

Sebuah studi retrospektif juga membuktikan bahwa penggunaan ketamine intranasal dengan dosis 0,1–0,2 mg/kgBB/dosis dapat memberikan efek yang memuaskan untuk mengatasi migrain pada anak berusia <18 tahun. Pada studi ini, ketamine diberikan dengan dosis awal 10 mg dan diulangi setiap 15 menit sampai 5 kali pemberian dengan dosis maksimal 25 mg. Respons terapi ditandai dengan pengurangan skor nyeri (skala nyeri 0–10), setidaknya 50% dari sebelumnya. [7]

Kelebihan Pemberian Ketamine Intranasal Untuk Nyeri pada Anak

Di samping efektivitasnya, ketamine intranasal dapat memberikan beberapa manfaat lainnya. Metode pemberian secara intranasal dianggap paling bersahabat untuk pasien anak karena tidak invasif dibandingkan dengan pemberian secara intravena dan intramuskular. Administrasi secara intranasal juga dapat digunakan sebagai sedasi ringan pada pasien anak di ruang gawat darurat, seperti sebelum melakukan pemeriksaan radiologi, pencabutan gigi, dan pemasangan akses intravena.[8]

Efek Samping Ketamine Intranasal

Pada kasus nyeri yang lebih berat, seperti pada fraktur, ketamine intranasal juga dapat memberikan efek analgesik yang sama dengan fentanyl intranasal setelah menit ke-20 pada studi yang melibatkan 629 anak berusia 4–17 tahun.

Studi ini juga menunjukkan bahwa efek samping yang terjadi umumnya ringan, seperti rasa tidak nyaman di mulut dan mengantuk. Akan tetapi, efek samping tersebut juga dilaporkan oleh anak yang mendapatkan fentanyl.[9]

Pada studi meta-analisis yang melibatkan 276 anak, didapatkan 1 efek samping serius akibat penggunaan fentanyl intranasal, yaitu hipotensi, tetapi dapat pulih dengan sendirinya. Risiko terjadinya efek samping memang lebih tinggi pada kelompok ketamine intranasal, tetapi tidak ditemukan efek samping yang serius.

Efek sedasi dari fentanyl dan ketamine juga diteliti pada studi ini dan ditemukan bahwa insidensi tingkat sedasi pada kelompok ketamine intranasal lebih tinggi daripada kelompok fentanyl intranasal. Insidensi sedasi ditentukan dengan skor >0 berdasarkan University of Michigan Sedation Scale. Walaupun begitu, tidak ditemukan anak dengan kondisi sedasi berat atau tidak merespons terhadap rangsangan pada kedua kelompok ini.[4]

Pemilihan ketamine intranasal umumnya terbukti tidak memberikan efek samping yang serius, jika dibandingkan dengan pemberian opioid. Efek samping yang mungkin terjadi adalah pusing, sulit berkonsentrasi, bingung, dan mulut terasa lebih kering. Efek samping tersebut dapat terjadi dalam 7–10 menit pertama setelah pemberian ketamine intranasal.[10]

Kesimpulan

Ketamine intranasal dapat menjadi pilihan untuk menangani nyeri akut pada anak. Selain memiliki efektivitas yang sama dengan analgesik lain seperti fentanyl, ketamine intranasal juga memiliki kelebihan lain, seperti penggunaannya yang tidak invasif dan efek samping yang lebih ringan daripada opioid.

Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi klinisi, khususnya untuk manajemen nyeri pada anak dalam kondisi gawat darurat. Saat ini, ketamine sudah tersedia di Indonesia dalam sediaan intravena yang dapat diadministrasikan melalui rute intranasal. Namun, masih terdapat keterbatasan dalam pedoman klinis dan pengalaman yang berkaitan dengan penggunaannya.

Walaupun begitu, ketamine intranasal masih lebih aman daripada penggunaan opioid atau benzodiazepine dan rute administrasinya pun lebih mudah. Dengan demikian, ketamine intranasal harus dipertimbangkan dalam manajemen nyeri pada anak.

Referensi