Brolucizumab dalam Tata Laksana Diabetic Macular Edema (DME)

Oleh :
dr. Friska Debby Anggriany, SpM, MKes

Brolucizumab intravitreal menjadi pilihan anti–vascular endothelial growth factor (anti–VEGF) terbaru untuk terapi diabetic macular edema (DME) secara resmi sejak Juni 2022 oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA).

Kepatuhan pasien dalam menjalani terapi anti–VEGF seringkali mengalami hambatan karena banyaknya jumlah suntikan yang harus dijalani. Maka dari itu, diperlukan terapi anti–VEGF dengan bioavailabilitas dan daya penetrasi jaringan lebih baik untuk mengurangi frekuensi injeksi.[1,2]

Brolucizumab dalam Tata Laksana Diabetic Macular Edema (DME)-min (1) Sumber: Openi, 2014.

Sekilas Mengenai Diabetic Macular Edema (DME)

Diabetic macular edema (DME) merupakan salah satu penyebab kebutaan tersering di dunia. Prevalensi DME pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 20 juta orang. Gejala DME, seperti penurunan tajam penglihatan dan metamorfosia, mulai terjadi pada 27% pasien diabetes dalam 9 tahun.[2–4]

DME merupakan akumulasi cairan pada ruangan ekstraselular makula retina yang terjadi dari mikroaneurisma atau kerusakan kapiler dari blood–retina barrier.

Hiperglikemia berhubungan dengan pelepasan faktor inflamasi, stress oksidatif, serta disfungsi vaskular yang melibatkan peningkatan penanda inflamasi, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), interleukins (ILs), matrix metalloproteinases (MMPs), dan tumor necrosis factor (TNF).[3–4]

Tata Laksana Diabetic Macular Edema (DME)

First line therapy untuk DME saat ini adalah pemberian injeksi anti–VEGF intravitreal, seperti brolucizumab, ranibizumab, dan aflibercept. Pilihan terapi lainnya meliputi injeksi kortikosteroid, laser fotokoagulasi, operasi vitrektomi, atau kombinasi.

Sampai saat ini, pemberian anti–VEGF seperti ranibizumab dan aflibercept,  ini seringkali mengalami hambatan kepatuhan pasien karena banyaknya jumlah kunjungan yang harus dijalani. Rata-rata pasien DME menjalani 34 perjanjian medis per tahun atau 11 suntikan per tahun.[2–4]

Brolucizumab dalam Tata Laksana Diabetic Macular Edema (DME)

Brolucizumab dalam tata laksana DME digunakan untuk meminimalisir neovaskularisasi. Brolucizumab merupakan fragmen antibodi monoklonal single–chain yang dapat mengikat VEGF. Ukuran molekul brolucizumab lebih kecil (26 kDa) dibandingkan dengan ranibizumab (48 kDa) dan aflibercept (115 kDa).

Hal ini memungkinkan brolucizumab memiliki daya penetrasi jaringan yang lebih baik, daya binding affinity yang kuat terhadap VEGF, serta konsentrasi molar yang lebih tinggi per suntikan dibandingkan anti–VEGF lainnya.

Dosis yang diberikan sebanyak 6 mg (0,05 mL). Injeksi dilakukan setiap 4 minggu dalam 3 bulan pertama, selanjutnya injeksi diberikan setiap 8–12 minggu tergantung klinis. Brolucizumab telah diresmikan untuk terapi DME di FDA pada Juni 2022.[1,2,5,6,8–10]

Efikasi Brolucizumab dalam Tata Laksana Diabetic Macular Edema (DME)

Efikasi brolucizumab dalam tata laksana DME telah dibuktikan melalui 2 penelitian double-masked randomized control trial fase III selama 100 minggu, yaitu KESTREL dan KITE study yang melibatkan 926 pasien dari 36 negara.[5]

Pada penelitian KESTREL pasien diacak 1:1:1 menerima brolucizumab 3 mg, brolucizumab 6 mg, serta aflibercept 2mg. Sedangkan pada penelitian KITE pasien diacak 1:1 menerima brolizumab 6mg dan aflibercept 2mg.

Brolucizumab diberikan 5 loading dose setiap 6 minggu kemudian dilanjutkan setiap 8–12 minggu. Sedangkan aflibercept diberikan loading dose setiap bulan selama 5 bulan pertama kemudian dilanjutkan pemberian setiap 8 minggu.[5]

Pada penelitian ini, didapatkan perbaikan tajam penglihatan dalam best corrected visual acuity (BCVA) pada kelompok brolucizumab dari baseline pada minggu ke–52. Perbaikan BCVA ini bertahan sampai minggu ke–100 baik pada penelitian KESTREL maupun KITE.

Perbaikan edema, yang dinilai dari perubahan central subfield thickness (CSFT), atau ketebalan makula pada bagian tengah di fovea, pada kelompok brolucizumab 6mg lebih besar dibandingkan kelompok aflibercept 2mg pada KESTREL (-171,9µm vs -168,5µm) dan KITE (-196,6µm vs -173,4µm).[2,5,8]

Pasien dengan intraretinal fluid dan subretinal fluid lebih sedikit ditemukan pada kelompok yang menerima brolucizumab 6 mg dibandingkan aflibercept 2 mg, yaitu 41,8% vs 54% pada KESTREL dan 40,8% vs 56,9% pada KITE.

Setelah loading dose, lebih dari 50% pasien brolucizumab mendapat suntikan kembali dalam interval 3 bulan pada tahun pertama (55,1% pada penelitian KESTREL dan 50,3% pada KITE). Sedangkan kelompok aflibercept dilanjutkan dengan interval 2 bulan. Interval penyuntikan yang lebih lama ini menyebabkan tingkat kepatuhan pasien yang lebih baik dan hasil terapi yang lebih baik.[2,5]

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cakraborty, et al. meneliti efek brolucizumab pada pasien DME recalcitrant yang sebelumnya telah menerima minimal 10 injeksi anti–VEGF lain.

Hasilnya ditemukan bahwa setelah menerima dosis tunggal brolucizumab 6 mg perbaikan tajam penglihatan BCVA bertahan selama 16 minggu dan penurunan central macular thickness (CMT) bertahan selama 12 minggu.[7]

Dosis dan Cara Penggunaan Brolucizumab

Saat ini, brolucizumab sudah disetujui FDA dalam tata laksana diabetic macular edema (DME). Dosis yang direkomendasikan adalah 6 mg setiap injeksi intravitreal dengan jarak pemberian 6 minggu pada 5 minggu pertama, kemudian 1 kali setiap 8–12 minggu tergantung klinis.

Penilaian klinis dinilai dari ketajaman visus dan penilaian edema makula (anatomi). Interval <8 minggu tidak direkomendasikan karena risiko inflamasi intraokular dan oklusi pembuluh darah retina.[1]

Efek Samping dan Kontraindikasi Brolucizumab

Pada penelitian KESTREL dan KITE beberapa efek samping yang dilaporkan pada kelompok brolucizumab, yaitu inflamasi intraokular, oklusi vaskular retina, dan vaskulitis retina.

Pada penelitian KESTREL, secara berurutan kelompok brolucizumab 3 mg, brolucizumab 6 mg, dan aflibercept 2 mg di laporkan terjadi efek samping  inflamasi intraokular sebesar 5,3%, 4,2%, dan 1,1%; oklusi vaskular retina sebesar 1,6%, 1,6%, dan 0,5%, serta vaskulitis retina sebesar 1,6%, 0,5%, dan 0%.[5]

Pada penelitian KITE kelompok brolucizumab 6 mg dan aflibercept 2 mg di laporkan inflamasi okular 2,2% vs 1,7% dan oklusi vaskular retina 0,6% vs 0,6%. Selain itu, peningkatan tekanan intraokular (TIO) juga dapat terjadi dalam 30 menit setelah injeksi.[5,9]

Brolucizumab di kontraindikasikan pada pasien yang alergi terhadap komponennya serta mereka dengan inflamasi aktif maupun infeksi intraokular dan periokular.[9]

Kesimpulan

Brolucizumab 6 mg intravitreal dapat menjadi salah satu pilihan anti–VEGF yang efektif untuk terapi diabetic macular edema (DME), termasuk DME yang recalcitrant. Efektivitas dilihat dari perbaikan anatomis, seperti penurunan central macular thickness (CMT), serta penurunan akumulasi intraretinal fluid dan subretinal fluid.

Selain itu, brolucizumab juga memiliki interval terapi yang lebih panjang dibandingkan aflibercept, sehingga memerlukan frekuensi injeksi intravitreal yang lebih sedikit. Hal ini menyebabkan tingkat kepatuhan pasien menjadi lebih baik dan biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan juga lebih rendah.[2,5,7]

Referensi