Omadacycline sebagai Obat Baru untuk Tuberkulosis Resisten Obat

Oleh :
dr. Vania Azalia Gunawan

Resistensi obat masih menjadi masalah signifikan dalam penanganan tuberkulosis, sehingga berbagai obat baru, seperti omadacycline, terus diteliti efikasinya untuk penanganan kondisi ini. Menurut definisinya, multi drug resistant tuberculosis (MDR TB) merupakan kasus tuberkulosis yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin. Sekitar 3,4% pasien baru dan 20% pasien dengan riwayat pengobatan tuberkulosis didiagnosis sebagai MDR TB.

Ketidakpatuhan pengobatan selama ini dianggap sebagai penyebab munculnya bakteri resisten obat dalam kasus tuberkulosis. Namun, suatu meta analisis menyimpulkan bahwa hal tersebut bukan merupakan penyebab utama. Resistensi obat dan kegagalan terapi kemungkinan besar disebabkan oleh faktor farmakologi intrinsik, seperti variabilitas farmakokinetik, potensi obat, penetrasi yang buruk pada kavitas dan lesi tuberkulosis, serta jendela terapi yang sempit.[1,2]

OmadacyclineTBMDR

Omadacycline: Generasi Ketiga dari Antibiotik Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan kelas antibiotik spektrum luas yang mencegah pertumbuhan bakteri dengan menghambat biosintesis protein. Omadacycline adalah obat semisintetik yang merupakan salah satu obat golongan tetrasiklin terbaru.

Secara struktur, omadacycline mirip dengan doxycycline dan tigecycline, namun turunan tetrasiklin semisintetik ini memiliki aktivitas antimikrobial yang lebih luas dikarenakan rantai samping yang dimodifikasi. Omadacycline masuk dalam subkelas aminomethylcycline, yang memiliki aktivitas melawan bakteri gram positif, meliputi methicillin-resistant Staphylococcus aereus (MRSA); bakteri gram negatif, bakteri anaerobik, dan atipikal.[3,4]

Tetrasiklin generasi pertama menunjukkan efikasi dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi toksisitasnya tinggi. Generasi terbaru, seperti omadacycline, telah dilaporkan dapat ditoleransi lebih baik oleh pasien dan memiliki efikasi tinggi terhadap Mycobacterium. Kelebihan omadacycline adalah sediaannya yang ada dalam bentuk intravena dan oral. Adanya formulasi oral ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan menurunkan biaya perawatan.[2,4,5]

Efikasi, Toleransi, dan Potensi Omadacycline sebagai Terapi MDR TB

Sebuah studi melakukan analisis terhadap rekam medis dari 117 pasien. Studi ini menemukan bahwa penggunaan omadacycline bersama dengan antimikroba lain relatif aman selama durasi rata-rata 8 bulan. Omadacycline memiliki efek potensiasi terhadap beberapa antimikroba, termasuk makrolida, linezolid, dan rifabutin, terutama pada Mycobacterium abscessus.[3,6]

Basis Bukti Omadacycline dalam Terapi MDR TB

Keberhasilan penggunaan omadacycline dalam pengobatan infeksi Mycobacterium non-tuberkulosis meningkatkan ketertarikan obat ini sebagai terapi baru terhadap MDR TB. Hingga saat ini, baru ada 1 studi oleh Singh et al. (2024) yang meneliti efek farmakokinetik, farmakodinamik, dan efikasi dari omadacycline terhadap tuberkulosis sensitif maupun yang resisten terhadap obat. Hasil studi menunjukkan bahwa omadacycline memiliki aktivitas yang baik terhadap X/MDR TB.

Bila dibandingkan dengan minocycline dan tigecycline, omadacycline memiliki EC80 (effective concentration 80) yang paling rendah di antara ketiganya, sementara mencapai AUC paling tinggi pada ELF (epithelial lining fluid). Hal ini berarti bahwa omadacycline lebih poten dan dapat mempertahankan konsentrasi obat yang lebih tinggi pada kompartemen tubuh. Namun, terdapat variasi dalam sensitivitas omadacycline bergantung pada strain Mycobacterium tuberculosis (Mtb), yang juga berpengaruh pada MIC (minimum inhibitory concentration) obat ini.[2,3]

Rentang Dosis Omadacycline

Dalam konteks klinis, omadacycline 100 mg intravena dan 300 mg dosis oral sekali sehari mencapai kadar steady-state plasma yang serupa, di mana masing-masing didapatkan 1,5 kali lipat lebih tinggi AUC pada cairan lapisan epitel (epithelial lining fluid/ ELF) dan 25,8 kali lipat lebih tinggi pada sel alveolar.

Pemberian omadacycline IV direkomendasikan dengan dosis 200 mg sebagai dosis tunggal; atau 100 mg 2 kali sehari pada hari pertama, diikuti dengan 100 mg sekali sehari setelahnya.

Untuk omadacycline per oral, dosis bervariasi berdasarkan jenis infeksi. Untuk infeksi paru, omadacycline oral diberikan 300 mg 2 kali sehari pada hari pertama dan 300 mg sekali sehari setelahnya. Untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, dosis yang diberikan 450 mg sekali sehari pada hari pertama dan kedua, diikuti 300 mg sekali sehari setelahnya.

Studi oleh Singh et al. (2024) menguji pemberian dosis 150 mg, 300 mg, dan 450 mg untuk mengetahui dosis optimal omadacycline terhadap bakteri Mtb. Studi tersebut menyimpulkan bahwa dosis standar 300 mg dan 450 mg memiliki kemungkinan yang tinggi (>90%) untuk mencapai target terapeutik, sedangkan dosis 150 mg mungkin tidak cukup efektif untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme.[2,7]

Aspek Keamanan

Pemberian omadacycline dengan dosis 300 mg per hari menunjukkan keamanan dan tolerabilitas yang baik pada 117 pasien dengan durasi pengobatan rata-rata 8 bulan. Frekuensi pemberian sekali sehari menghasilkan efek samping gastrointestinal yang lebih sedikit dibandingkan tigecycline, memungkinkan adanya peluang untuk meningkatkan dosis dan penggunaan jangka panjang, terutama pada regimen MDR TB. Meski begitu, studi lebih lanjut masih diperlukan.[2-3,5]

Kesimpulan

Kasus infeksi Mycobacterium tuberculosis dengan resistensi obat masih menjadi masalah klinis signifikan, sehingga berbagai obat baru terus diteliti untuk meningkatkan efikasi terapi. Omadacycline merupakan antibiotik tetrasiklin generasi ketiga dengan spektrum luas. Meskipun uji klinis terkait efikasi omadacycline dalam pengobatan MDR TB masih terbatas, data yang ada saat ini mengindikasikan bahwa omadacycline memiliki efikasi dan profil keamanan yang baik untuk terapi infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Referensi