Pendahuluan Pemeriksaan Penciuman
Pemeriksaan penciuman atau pemeriksaan fungsi penghidu dilakukan untuk menilai kemampuan olfaktori, misalnya pada kasus rhinosinusitis kronik, rhinitis alergi, rhinitis vasomotor, trauma kepala, maupun penyakit neurodegeneratif. Meskipun indra pencium sering kurang diperhatikan dibandingkan sistem indra yang lain, gangguan penciuman dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
Indikasi pemeriksaan penciuman adalah berbagai penyakit rinologis maupun penyakit saraf pusat yang dapat mengganggu jalur olfaktori. Pasien yang diperiksa mungkin mengeluhkan tidak dapat mencium bau (anosmia), mengalami penurunan sensitivitas terhadap bau (hiposmia), mengalami peningkatan sensitivitas terhadap bau (hiperosmia), atau mengalami perubahan persepsi bau (dysosmia).
Secara umum, teknik pemeriksaan penciuman dapat dibedakan menjadi pemeriksaan objektif dan subjektif. Pemeriksaan objektif biasanya hanya dilakukan untuk keperluan riset karena bersifat lebih kompleks, misalnya metode olfactory evoked potentials atau functional magnetic resonance imaging untuk mendeteksi perubahan di otak akibat stimulus bau. Untuk praktik sehari-hari, pemeriksaan subjektif lebih umum digunakan.
Pemeriksaan subjektif meliputi skrining awal, pemeriksaan kuantitatif, dan pemeriksaan kualitatif. Pemeriksaan kuantitatif bertujuan untuk menilai kuantitas olfaktori (ambang bau) seperti anosmia atau hiposmia, sedangkan pemeriksaan kualitatif bertujuan untuk menilai persepsi bau melalui tes identifikasi dan diskriminasi.[1-3]