Penggunaan Obat ACE Inhibitor Berhubungan dengan Risiko Kanker Paru

Oleh :
dr.Kana Kurniati Elka

Masalah keamanan terkait penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEIs) telah meningkat, terutama risiko kanker paru. Hubungan antara ACEIs dan kanker paru masih belum jelas. Perbedaan hasil penelitian saat ini mungkin karena bias dari faktor komorbid lain, tindak lanjut yang tidak memadai, efek perancu dari obat antihipertensi lain, dan pemilihan kelompok kontrol yang tidak memadai.[1-5]

Hicks et al melaporkan bahwa penggunaan ACEIs dikaitkan dengan risiko kanker paru 1,14 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan angiotensin II receptor blockers (ARB). Namun, meta analisis terbaru yang dilakukan oleh Bahaj et al menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penggunaan ACEIs dan perkembangan kanker paru.[1-5]

Penggunaan Obat ACE Inhibitor Berhubungan dengan Risiko Kanker Paru (1)

Mekanisme ACEIs Terkait Risiko Kanker Paru

ACEIs merupakan obat antihipertensi yang diindikasikan untuk gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri, proteinuria, nefropati diabetik, dan infark miokard. Obat ACEIs yang sering diresepkan termasuk enalapril, captoprilramiprillisinopril, benazepril, zofenopril, perindopril, dan trandolapril.[1,6]

ACEIs menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat angiotensin converting enzyme, suatu komponen penting dalam renin angiotensin aldosterone system yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, dan hidrolisis bradikinin. Oleh karena itu, ACEIs menurunkan pembentukan angiotensin II dan meningkatkan kadar bradikinin.[1,6]

Penggunaan ACEIs menyebabkan akumulasi bradikinin di paru, dimana ini menstimulasi tumbuhnya kanker paru. Selain itu, penggunaan ACEIs menyebabkan akumulasi substansi P, yang diekspresikan oleh jaringan kanker paru dan dihubungkan dengan proliferasi tumor dan angiogenesis. Munoz et al menunjukkan bahwa substansi P dapat menginduksi proliferasi sel tumor dan sel endotel, sehingga merangsang angiogenesis. Oleh karena itu, peningkatan substansi P dan bradikinin di paru-paru mungkin merupakan mekanisme yang menyebabkan pengguna ACEIs memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker paru.[1,6]

Penelitian Terkait ACEIs dengan Peningkatan Risiko Kanker Paru

Beberapa penelitian telah menyelidiki hubungan antara penggunaan ACEIs dengan risiko kanker paru, dan membandingkannya dengan obat golongan angiotensin II receptor blockers (ARB). ARB juga bekerja pada sistem renin angiotensin dan digunakan pada penyakit yang sama, tetapi tidak dikaitkan dengan akumulasi neuropeptida di paru.[2,7]

Penelitian Observasi Selama 5 Tahun

Penelitian Gokhale et al, 2016, secara khusus dirancang untuk menyelidiki hubungan antara ACEIs dan kejadian kanker paru.  Hasil penelitian menyebutkan bahwa penggunaan ACEIs tidak dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker paru (rasio hazard 0,99, 0,84, hingga 1,16), jika dibandingkan dengan ARB. Kesimpulan penelitian menunjukkan tidak ada hubungan dalam lima tahun pertama penggunaan ACEIs.[7]

Case control study di Denmark oleh Kristensen et al yang dipublikasi pada januari 2021, pengguna ACEIs diikuti sejak tahun 2000 sampai 2015 dengan memperhitungkan dosis kumulatif ACEIs. Studi menyatakan bahwa penggunaan dosis ACEIs kumulatif tinggi dikaitkan dengan sedikit peningkatan kanker paru, sedangkan penggunaan dosis yang lebih rendah menunjukkan hubungan netral.[10]

Penelitian Kohort Lebih Dari 5 Tahun

Studi kohort dilaporkan oleh Hicks et al pada tahun 2018, dengan melibatkan 992.061 pasien yang dievaluasi mulai dari tahun 1995‒2015, kemudian diikuti hingga tahun 2016. Studi menunjukkan penggunaan ACEIs dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker paru secara keseluruhan sebesar 14%, setelah penggunaan selama 5 tahun. Insidensi kanker paru juga lebih tinggi pada kelompok dengan ACEIs jika dibandingkan dengan kelompok ARB (insidensi 1,6 vs 1,2 per 1000 orang tahun).[2]

Selain itu, risiko meningkat pada penggunaan ACEIs lebih lama, yaitu sebesar 31% setelah 10 tahun. Pada studi Hicks ini, durasi follow up sangat penting mengingat hubungan ACEIs dan risiko kanker paru menjadi jelas setelah lima tahun penggunaan. Kelebihan Studi Hicks et al:

  • Melibatkan lebih dari 990.000 pasien, ini adalah studi terbesar yang telah dilakukan secara khusus untuk menilai hubungan ACEI dengan kanker paru
  • Mengikuti selama rata-rata 6,4 tahun, di luar periode satu tahun setelah periode masuk kohort
  • Memilih sampel merupakan pengguna baru sehingga meminimalkan bias
  • Menggunakan waktu pemaparan yang bervariasi, sehingga menghilangkan bias immortal time

  • Memperhitungkan latensi kanker
  • Menyesuaikan beberapa faktor perancu termasuk status merokok, yang tidak tersedia di beberapa penelitian sebelumnya[2]

Keterbatasan Studi Hicks et al:

  • Tidak ada informasi tentang status sosial ekonomi, diet, paparan radiasi atau asbes, dan riwayat keluarga dengan kanker paru-paru
  • Meskipun ada penyesuaian untuk status merokok, tetapi tidak diketahui durasi dan intensitas merokok
  • Ada kesalahan klasifikasi pajanan obat yang mungkin karena ketidakpatuhan terapi
  • Kemungkinan terdapat bias deteksi karena pasien dengan ACEIs lebih sering mengalami efek samping batuk terus menerus, sehingga meningkatkan kemungkinan menjalani pemeriksaan diagnostik paru jika dibandingkan dengan pengguna ARB[2]

Penelitian Membandingkan ACEIs dengan ARB Terhadap Risiko Kanker Paru

Penelitian Anderson et al pada tahun 2019, mempublikasikan studi evaluation of treatment with angiotensin converting enzyme inhibitors and the risk of lung cancer (ERACER), yang melibatkan 187.061 pasien dan waktu pemantauan rata-rata 10,4 tahun. Penelitian ini menyatakan ada peningkatan kecil (10%) risiko kanker paru pada penggunaan jangka panjang ACEIs dibandingkan dengan ARB. Peningkatan yang lebih besar dan lebih signifikan pada kelompok ACEIs dibanding ARB mungkin mencerminkan peningkatan bradikinin paru dan substansi P yang lebih besar.[8]

Lin et al tahun 2020 mengungkapkan bahwa pengguna ACEIs 1,36 kali lipat mempunyai risiko lebih tinggi terkena kanker paru dibandingkan dengan pengguna ARB. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa pengguna ACEIs mempunyai risiko kanker paru 1,87 kali lipat dan 1,8 kali lipat lebih tinggi bila obat digunakan selama> 45 hari atau dosis akumulasi ACEIs masing-masing> 540 mg. Pasien yang menerima ARB dengan dosis akumulasi > 11.200 mg memiliki risiko kanker paru 0,62 kali lipat lebih rendah.[7,9]

Zhang et al juga menunjukkan hal yang serupa bahwa pengguna ARB memiliki risiko kanker paru yang lebih rendah. Studi kohort yang dilakukan oleh Chang et al dan Huang mengungkapkan bahwa penggunaan ARB dikaitkan dengan penurunan risiko kanker paru. Sedangkan penelitian di Indonesia oleh Bhaskaran et al mengamati penurunan risiko kanker paru 0,84 kali lipat pada pengguna ARB.[7,9]

Kesimpulan

Penggunaan ACEIs dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker paru secara keseluruhan, terutama jika durasi penggunaan obat lebih dari 5 tahun dan risiko semakin meningkat setelah penggunaan 10 tahun. Obat ACEIs yang sering diresepkan misalnya captopril, lisinopril, dan ramipril. Jika dibandingkan dengan penggunaan ARB, maka ACEIs lebih berhubungan dengan peningkatan kanker paru karena  peningkatan bradikinin paru dan substansi P yang lebih besar. Namun, diperlukan studi lanjutan untuk meneliti lebih pasti mekanisme hubungan antara penggunaan ACEIs dengan terjadinya kanker paru.

Referensi