Penggunaan Chest Tube Drainage VS Aspirasi Jarum Pada Kasus Primary Spontaneous Pneumothorax

Oleh :
dr.Antonius Sarwono Sandi Agus Sp.BTKV, FIHA, MH, FICS.

Primary spontaneous pneumothorax  adalah kasus yang dapat ditangani baik dengan pemasangan chest tube drainage atau aspirasi jarum. Tujuan tindakan tersebut adalah untuk mengembalikan fungsi pernapasan sebelum paru-paru semakin mengempis (kolaps).

Terdapat beberapa keuntungan maupun risiko yang dapat ditimbulkan pada tatalaksana pneumothorax dengan pemasangan chest tube drainage (kateter interkostal) maupun dengan aspirasi jarum. Oleh karena itu diperlukan beberapa pertimbangan yang disesuaikan dengan kondisi pasien dan ketersediaan sarana yang ada.

Saat menemukan kasus pneumothorax, harus segera dibedakan apakah Primary Spontaneous Pneumothorax (PSP) atau Secondary Spontaneous Pneumothorax (SSP). Apabila tergolong PSP, maka tindakan penusukan jarum di rongga dada (thoracocentesis) dipertimbangkan dengan menilai gejala sesak yang dirasakan pasien serta ukuran pneumothorax pada hasil foto radiologi dada. [12]

Primary Spontaneous Pneumothorax

Primary Spontaneous Pneumothorax (PSP)  merupakan kejadian adanya akumulasi udara yang abnormal di rongga pleura (pneumothorax) tanpa underlying lung disease. Pada PSP, beberapa kantong udara kecil di lapisan permukaan pleura viseral paru (blebs) pecah spontan sehingga menyebabkan kebocoran udara dari paru ke rongga pleura. [1-4,12]

gambar 1comp

Gambar 1. Primary Spontaneous Pneumothorax. Sumber:  dr. Antonius Sarwono Sandi Agus, SpBTKV, FIHA, 2019.

Sedangkan Secondary Spontaneous Pneumothorax (SSP) adalah pneumothorax yang disebabkan oleh berbagai penyakit paru, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tuberkulosis paru, cystic fibrosis, pneumosistis pneumonia, fibrosis pulmoner idiopatik, dan emboli paru. SSP biasa terjadi pada pasien usia lanjut (lebih dari 50 tahun) dan memiliki riwayat perokok aktif. [12]

Pneumothorax pada pasien muda (<50 tahun) dan bukan perokok dapat digolongkan dalam PSP. Apabila pasien mengeluh sesak nafas ringan dan atau besar pneumothorax pada pemeriksaan radiologi dada kurang dari 2 cm, maka tidak perlu dilakukan tindakan penusukan jarum di rongga dada (thoracocentesis). Pasien dapat rawat jalan apabila tempat tinggalnya dekat dengan rumah sakit, dan diedukasi untuk kembali kontrol 2-4 minggu kemudian atau bila sesak menjadi buruk. Pasien PSP ringan, 80% tidak mengalami kebocoran udara yang persisten sehingga hanya memerlukan pengawasan tanpa drainase udara. [12]

Pasien PSP dengan keluhan sesak berat dan pneumothorax yang luas, membutuhkan intervensi aktif (aspirasi jarum atau pemasangan selang drainase dada). Ada beberapa kasus PSP yang dapat mengancam kehidupan pasien, yaitu bila terjadi tension pneumothorax. Akan tetapi beberapa studi telah mengamati bahwa PSP jarang menyebabkan tension pneumothorax. [12,13]

Tension Pneumothorax

Kebocoran udara pada rongga pleura dapat semakin bertambah seiring banyaknya pasien bernafas sehingga menyebabkan penekanan pada paru sampai kolaps (kempis). Kondisi ini dirasakan nyeri dada di tempat terjadinya paru yang kolaps tersebut, dan sesak nafas. Kompensasi dari sesak nafas ini akan membuat pasien semakin panik dan berusaha bernafas lebih aktif lagi, sehingga menyebabkan kebocoran pada paru ini semakin banyak dan menekan paru hingga kolaps dan mendorong organ sekitarnya di rongga dada (tension pneumothorax). Jantung yang terdesak tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh, sirkulasi darah tidak akan berjalan, sehingga dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu singkat. [5,8-11]

gambar 2comp

Gambar 2. Tension Pneumothorax. Sumber:  dr. Antonius Sarwono Sandi Agus, SpBTKV, FIHA, 2019.

Pada kejadian tension pneumothorax, perlu dilakukan tatalaksana yang segera untuk melepaskan tekanan di rongga dada ini, menggunakan jarum untuk meloloskan udara yang semakin bertambah di rongga dada (dekompresi), mengurangi nyeri dan rasa tidak nyaman serta gangguan hemodinamik yang terjadi akibat tension ini. Setelah dilakukan dekompresi ini, diperlukan pemasangan selang dada WSD untuk memastikan paru-paru tetap mengembang dan tidak kolaps kembali. [6,11]

Tata Laksana Primary Spontaneous Pneumothorax

Tata laksana Primary Spontaneous Pneumothorax (PSP) meliputi bed rest disertai pemberian oksigen melalui masker. Pasien PSP simple hanya perlu pengawasan tanpa drainase udara. PSP dinyatakan simple apabila  keluhan sesak ringan serta pada pemeriksaan radiologis ditemukan sejumlah kecil udara yang berada di rongga pleura, kurang dari 2 cm. [5-7,12]

Sedangkan pasien PSP dengan keluhan sesak berat dan pneumothorax yang luas, membutuhkan intervensi aktif baik dengan aspirasi jarum atau pemasangan selang drainase dada yang dihubungkan ke Water Seal Drainage (WSD). Pada kasus yang lebih berat dilakukan tindakan thoracoscopic (Video Assisted Thoracoscopic Surgery / VATS), maupun intervensi pembedahan. [5-7]

Tata Laksana PSP dengan Aspirasi Jarum

Penanganan PSP dengan aspirasi menggunakan jarum lebih dipilih pada kejadian PSP moderate, yaitu apabila pada pemeriksaan radiologis ditemukan udara di rongga pleura sekitar 2 cm. [5,6,11]

Penelitian Chan et al. menjelaskan tata laksana dengan aspirasi sederhana menggunakan jarum sebagai alternatif terapi yang diterima dengan hasil yang cukup baik serta tingkat kegagalan dan komplikasi yang rendah asal dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Selain itu, biaya yang dikeluarkan lebih ekonomis dengan manfaat besar untuk mengurangi lama perawatan pasien di rumah sakit. Tatalaksana ini memerlukan pengawasan beberapa hari untuk memastikan benar-benar sudah tidak kebocoran udara lagi dari paru-paru. [7]

gambar 3comp

Gambar 3. Jarum Thoracocentesis untuk Dekompresi Pneumothorax pada pasien berventilasi. Sumber:  dr. Antonius Sarwono Sandi Agus, SpBTKV, FIHA, 2019.

Tata Laksana PSP dengan Chest Tube Drainage

Pemasangan selang drainase dada atau chest tube drainage dipilih pada PSP dengan tekanan yang besar dan luas. Selang drainase dada yang dihubungkan ke Water Seal Drainage (WSD) ini mempunyai pengaman yang membuat area dada kedap udara sehingga udara yang bocor dari paru-paru dikeluarkan dari rongga pleura langsung ke WSD ini. Tindakan ini memberi kesempatan luka terbuka pada blebs untuk mengalami proses penyembuhan dan tidak terjadi kebocoran kembali (air leak). Sedangkan pada tindakan aspirasi menggunakan jarum, hanya melakukan tindakan pengambilan udara saja. [7,11]

Untuk pneumothorax berulang dan pneumothorax persisten, diindikasikan pendekatan bedah yang lebih invasif. Tata laksana yang dipilih selain insersi WSD adalah Video Assisted Thoracic Surgery (VATS), torakoskopi medis, dan torakotomi. [7]

gambar 4comp

Gambar 4. Pemasangan Selang Dada WSD Sumber:  dr. Antonius Sarwono Sandi Agus, SpBTKV, FIHA, 2019.

Membandingkan Penggunaan Chest Tube Drainage dengan Aspirasi Jarum

Chambers et al  melaporkan bahwa setelah dilakukan tindakan aspirasi jarum maupun dengan selang dada WSD, perlu dilakukan evaluasi sekitar satu hari sampai beberapa hari untuk memastikan udara sudah tidak ada di dalam rongga dada. [6,10]

Dalam suatu jurnal Wang, et al. tahun 2017, melakukan penelitian pada 6 RCT dengan mengikutkan 458 pasien untuk dilakukan perbandingan penggunaan selang dada WSD dengan aspirasi jarum pada kasus PSP. Didapatkan bahwa tatalaksana PSP menggunakan aspirasi jarum memperpendek masa perawatan di rumah sakit dan menunjukkan tidak ada perbedaan pada penyelesaian kasus PSP serta angka relapsnya sama. [11]

Kesimpulan

Pemilihan tatalaksana primary spontaneous pneumothorax (PSP) baik dengan aspirasi jarum  maupun dengan chest tube drainage (pemasangan kateter interkostal) disesuaikan dengan kondisi pasien. Tidak ada perbedaan tingkat kualitas hidup pasien pada dua  cara penanganan PSP tersebut. Studi yang ada menunjukkan bahwa tatalaksana PSP dengan aspirasi jarum mengurangi lama rawat di rumah sakit dan mobilisasi pasien lebih cepat.

Referensi