Menilai Potensi Pandemi akibat Langya Henipavirus

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Suatu henipavirus baru yang disebut sebagai Langya atau LayV dilaporkan muncul di Cina dan sedang dipelajari oleh para peneliti untuk menentukan ada tidaknya potensi pandemi baru. Virus ini diketahui berhubungan dekat dengan dua jenis henipavirus lain yang menginfeksi manusia, yaitu Hendra virus dan Nipah virus.[1,2]

Langya henipavirus termasuk dalam famili Paramyxoviridae. Virus ini pertama kali dideteksi pada akhir tahun 2018 dan dilaporkan telah menginfeksi 35 orang di Cina hingga Agustus 2022 ini. Ilmuwan berpendapat bahwa virus ini tidak mengkhawatirkan karena tidak mudah menular antar manusia dan fatalitas penyakitnya rendah.[1,2]

Menilai Potensi Pandemi akibat Langya Henipavirus-min

Langya henipavirus menyebabkan gejala flu-like seperti demam, batuk, dan fatigue. Namun, beberapa pasien mungkin mengalami pneumonia berat. Peneliti mencurigai bahwa virus ini ditularkan melalui shrews, yaitu suatu hewan mamalia berukuran kecil yang berperan sebagai reservoir virus Langya.[1,2]

Laporan Kasus Langya Henipavirus di Rumah Sakit di Cina

Peneliti mengidentifikasi pasien yang terinfeksi LayV di tiga rumah sakit di Shandong dan Henan, Cina. Deteksi dilakukan dengan sequencing genome LayV dari sampel swab tenggorokan pasien. Pasien pertama yang terdeteksi adalah seorang wanita berusia 53 tahun. Nama Langya merupakan nama kota asal pasien pertama tersebut, yaitu kota Langya di Shandong.[1,2]

Mayoritas pasien yang terinfeksi LayV bekerja sebagai petani. Mayoritas pasien juga mengonfirmasi adanya kontak dengan hewan dalam 1 bulan sebelum gejala penyakit muncul. Henipavirus lain pernah ditemukan pada hewan seperti kelelawar dan hewan pengerat di Cina, Australia, dan Korea Selatan. Namun, hanya varian Hendra, Nipah, dan Langya yang diketahui dapat menginfeksi manusia.[1,2]

Peneliti tidak menemukan bukti yang kuat bahwa LayV dapat menyebar antar manusia. Hingga saat ini, tidak ada satu pun kasus klaster keluarga. Dari 35 kasus yang ada, tidak satu pun saling berhubungan. Namun, tracing retrospektif yang dilakukan memang masih terbatas. Untuk saat ini, peneliti tidak menemukan bukti yang menandakan bahwa LayV dapat menjadi ancaman pandemi baru.[1,2]

Hewan Reservoir Langya Henipavirus

Peneliti melakukan tes pada kambing, anjing, babi, dan hewan ternak lainnya di desa di mana pasien-pasien terinfeksi virus Langya. Peneliti mengambil sampel darah untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap LayV. Peneliti juga mengambil sampel jaringan dan sampel urine dari 25 spesies hewan liar.[1,2]

Peneliti menemukan antibodi LayV pada beberapa kambing (2%) dan anjing (5%). Akan tetapi, hasil seropositif LayV paling banyak ditemukan pada shrews (27%). Temuan ini menyebabkan para peneliti berkesimpulan bahwa shrews mungkin merupakan reservoir alami untuk LayV.[1,2]

Manifestasi Klinis dari Infeksi Langya Henipavirus

Zhang, et al. melaporkan 35 orang yang mengalami infeksi akut LayV. Dari 35 orang tersebut, 26 orang tidak terinfeksi oleh patogen lainnya (hanya LayV). Dari 26 pasien tersebut, semua pasien (100%) mengalami demam, sebagian mengalami fatigue (54%), batuk (50%), berkurangnya nafsu makan (50%), mialgia (46%), mual (38%), muntah (35%), dan sakit kepala (35%).[2-4]

Gejala-gejala tersebut dapat disertai dengan trombositopenia (35%), leukopenia (54%), abnormalitas fungsi liver (35%), dan penurunan fungsi ginjal (8%). Tidak ada mortalitas yang dikaitkan dengan LayV.[2-4]

Menurut data World Health Organization (WHO), Nipah virus dan Hendra virus memiliki fatalitas yang tinggi (75% dan 57% secara berurutan). Selain itu, Nipah virus juga diketahui dapat ditularkan antar manusia. Temuan ini berbeda dengan Langya virus. Berdasarkan data yang ada saat ini, Langya virus memiliki tingkat fatalitas yang jauh lebih rendah daripada virus lain dari genus yang sama.[2-4]

Manajemen Infeksi Langya Henipavirus

Sebagaimana jenis henipavirus lain, sampai saat ini belum ada vaksin dan terapi yang disetujui untuk penanganan infeksi LayV. Pada infeksi Nipah dan Hendra virus, agen antiviral seperti ribavirin dilaporkan efektif untuk menangani infeksi akut. Namun, saat ini belum ada pedoman terapi maupun penelitian lebih lanjut terkait tata laksana infeksi Langya virus.[2,3]

Kesimpulan

Langya henipavirus menular dari hewan ke manusia, terutama dari hewan shrews yang dicurigai merupakan reservoir alaminya. Sejauh ini, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa virus ini dapat menular antar manusia. Peneliti menyatakan bahwa virus ini tidak terlalu mengkhawatirkan dan tidak menunjukkan tanda-tanda yang dapat mengarah ke pandemi. Namun, surveillance masih terus dilakukan.

Gejala infeksi Langya henipavirus adalah flu-like symptoms, dengan tingkat fatalitas yang rendah. Hingga saat ini belum ada kematian dilaporkan terjadi pada pasien yang terinfeksi virus ini. Tata laksana definitif untuk infeksi virus ini belum diketahui karena bukti yang ada masih sangat terbatas.

Referensi