Penggunaan Platelet Rich Plasma Pada Kasus Adhesive Capsulitis

Oleh :
dr.Putra Rizki Sp.KO

Platelet rich plasma (PRP) mulai banyak digunakan dalam manajemen frozen shoulder atau adhesive capsulitis (AC) pada bahu. PRP adalah produk turunan autologus darah dengan konsentrasi trombosit tinggi di dalam plasma, yang digunakan untuk memberikan growth factor suprafisiologis. PRP telah digunakan di banyak bidang, termasuk bedah mulut, maksilofasial, dan plastik. Penggunaannya dalam kedokteran olahraga juga meningkat seiring banyak studi menunjukkan bahwa PRP bermanfaat untuk penyembuhan strain otot, serta penyembuhan tendon dan ligamen.[1]

Sekilas Mengenai Adhesive Capsulitis

Adhesive capsulitis merupakan suatu kondisi peradangan yang ditandai dengan kekakuan, nyeri, dan berkurangnya lingkup gerak sendi yang signifikan pada sendi glenohumeral. Adhesive capsulitis diklasifikasikan menjadi primer atau sekunder. Adhesive capsulitis primer biasanya idiopatik dan sering dikaitkan dengan faktor risiko seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, hipertrigliseridemia, atau spondylosis leher.[2]

Penggunaan Platelet Rich Plasma Pada Kasus Adhesive Capsulitis-min

Sementara itu, adhesive capsulitis sekunder biasanya terjadi setelah adanya riwayat trauma atau cedera pada bahu. Trauma dan cedera yang biasanya menyebabkan terjadinya adhesive capsulitis sekunder antara lain robekan rotator cuff, fraktur, riwayat pembedahan, atau imobilisasi.[2]

Penanganan Adhesive Capsulitis

Kebanyakan kasus adhesive capsulitis bisa sembuh spontan dalam waktu 18‒30 bulan. Pengobatan biasanya difokuskan untuk mengurangi dan menghilangkan gejala seperti nyeri, serta meningkatkan fungsi sendi bahu.[3]

Beberapa tahun belakangan ini, banyak studi mencari dasar ilmiah penggunaan PRP dalam pengobatan adhesive capsulitis. Karena sifat dari PRP yang banyak mengandung growth factor serta mampu memperbaiki kerusakan jaringan dan merangsang regenerasi, maka diharapkan PRP dapat mempercepat penyembuhan adhesive capsulitis.[2]

Efikasi Platelet Rich Plasma pada Adhesive Capsulitis

Platelet rich plasma (PRP) merupakan reservoir sitokin dan growth factor alami yang telah banyak digunakan untuk mengobati gangguan muskuloskeletal. Studi telah melaporkan bahwa PRP menghambat pelepasan sitokin proinflamasi dalam sinoviosit.  Namun, ada pula data yang menunjukkan adanya peningkatan kadar sitokin proinflamasi pada penggunaan PRP kaya leukosit. Hasil yang tidak konsisten ini memperkuat teori terkait karakteristik PRP, yaitu bahwa hasil akhir terapi tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi sel darah putih tetapi juga konsentrasi sel darah merah, trombosit, sitokin, growth factor dan fibrinogen pada sediaan PRP.

Suatu studi di Korea menggunakan PRP alogenik murni pada pasien adhesive capsulitis. Pada studi ini, kadar trombosit PRP dipekatkan sampai 4000 x 103 sel/µL, kemudian didilusikan menjadi 1000 x 10sel/µL. Studi ini melibatkan total 15 partisipan, dengan keluhan adhesive capsulitis kurang dari setahun. PRP 1000 diinjeksikan secara tunggal dengan bantuan USG, lalu evaluasi dilakukan 3 dan 6 bulan setelah terapi. Pada studi ini ditemukan perbaikan terhadap nyeri, lingkup gerak sendi, kekuatan otot, dan skor fungsional bahu setelah 3 bulan sejak injeksi PRP 1000. Perbaikan signifikan dari parameter tersebut tetap ditemukan setelah 6 bulan sejak injeksi PRP.[4]

Studi lain berupa kohort di India mencoba mengevaluasi efek injeksi PRP tunggal terhadap nyeri dan fungsi bahu pada 30 pasien adhesive capsulitis. Pada penelitian ini juga diberikan latihan khusus pada bahu yang dilakukan dengan supervisi ahli. Sayangnya, tidak dijelaskan konsentrasi trombosit yang terkandung pada PRP yang diinjeksikan. Pada penelitian ini ditemukan perbaikan terhadap nyeri, lingkup gerak sendi, dan skor SPADI (Shoulder Pain and Disability Index) setelah pemantauan 3 bulan sejak injeksi PRP.[5]

Burcu et al juga menginvestigasi efikasi penggunaan injeksi PRP terhadap pasien adhesive capsulitis. Pada studi ini, partisipan dibagi menjadi dua grup, dimana grup kontrol mendapatkan injeksi plasebo. Pada studi ini tidak dijelaskan konsentrasi trombosit yang terkandung pada sediaan PRP. Total 17 dari 34 pasien adhesive capsulitis mendapatkan injeksi PRP. Parameter yang dinilai untuk efikasi PRP adalah nyeri, lingkup gerak sendi, dan fungsi bahu (menggunakan kuesioner SPADI). Hasil dari penelitian ini menunjukkan injeksi PRP efektif memperbaiki keluhan nyeri dan fungsi bahu pada 1 dan 3 bulan setelah injeksi PRP.  VAS turun dari 3,2± 2,2 menjadi 0,4±1,06 setelah bulan pertama; dan menjadi 0,17±0,72 setelah bulan ketiga.[6]

Ketiga studi tersebut mengindikasikan efek positif dari injeksi PRP pada kasus adhesive capsulitis. Penggunaan PRP pada pasien adhesive capsulitis nampaknya efektif dalam memperbaiki keluhan nyeri, lingkup gerak sendi, dan fungsi bahu.

Injeksi Platelet Rich Plasma vs Kortikosteroid

Injeksi kortikosteroid telah lebih dahulu dikenal sebagai terapi invasif pada adhesive capsulitis. Injeksi dilakukan intraartikular pada sendi bahu dengan tujuan untuk mengurangi keluhan pasien. Seperti halnya steroid oral, manfaat dan penggunaan injeksi steroid hanya bisa dalam jangka waktu pendek. Pertimbangan efek samping yang ditimbulkan jika digunakan berulang, membuat injeksi steroid bukan merupakan pilihan terapi jangka panjang pada adhesive capsulitis.[2]

Platelet rich plasma (PRP) sendiri diharapkan bisa menggantikan injeksi steroid dalam terapi adhesive capsulitis. PRP diharapkan mampu memberi manfaat yang lebih baik, jangka waktu mengatasi keluhan yang lebih lama, serta menghindari efek samping sistemik dan lokal dari penggunaan injeksi steroid. Beberapa penelitian telah menunjukkan keunggulan injeksi PRP dibandingkan injeksi steroid pada pasien adhesive capsulitis.[4,5]

Studi Lee et al di Korea membandingkan efikasi injeksi alogenik PRP dengan injeksi steroid pada 15 orang pasien adhesive capsulitis. Penggunaan injeksi tunggal 4 ml PRP 1000 dibandingkan dengan penggunaan injeksi tunggal 40 mg triamcinolone. Evaluasi dilakukan pada bulan ketiga dan kelima setelah injeksi dan  kemudian dinilai nyeri (skor analog visual/VAS), kekuatan otot, lingkup gerak sendi, dan fungsi bahu (skor kuesioner SPADI).

Untuk penilaian nyeri, injeksi PRP menunjukkan hasil lebih baik dari injeksi steroid yang bisa dilihat dari penurunan skor VAS. Pada kelompok injeksi steroid, VAS juga menurun pada bulan ke-3, dari 5,7 menjadi 1,5, tetapi kembali meningkat setelah bulan ke-6 menjadi 2.

Selain itu, evaluasi lingkup gerak sendi pada kedua grup menunjukkan peningkatan setelah bulan ke-6. Untuk kekuatan otot, injeksi PRP menunjukkan efikasi lebih baik dibandingkan injeksi steroid. Pada kelompok steroid, kekuatan otot meningkat pada bulan ke-3 dan kembali turun pada bulan ke-6.

Evaluasi fungsi bahu dengan kuesioner SPADI juga menunjukkan perbedaan yang bermakna. Skor SPADI pada kelompok injeksi PRP menunjukkan penurunan bertahap pada bulan ke-3 dan bulan ke-6 jika dibandingkan awal sebelum injeksi. Sedangkan pada kelompok injeksi steroid, penurunan drastis skor SPADI terjadi pada bulan ke-3 dan kembali naik pada bulan ke-6.[4]

Studi lain juga menunjukkan hasil serupa. Kohort yang dilakukan oleh Barman et al di India membandingkan  efek injeksi artikular tunggal PRP dengan steroid pada pasien adhesive capsulitis. Pada studi ini, 28 pasien adhesive capsulitis mendapatkan injeksi PRP, sedangkan 27 pasien adhesive capsulitis lain mendapatkan injeksi steroid. Evaluasi berupa penilaian skor nyeri saat beraktivitas, skor SPADI, dan lingkup gerak sendi dilakukan 12 minggu setelah injeksi. Pada penelitian ini juga disimpulkan bahwa injeksi PRP lebih efektif dibandingkan injeksi steroid dalam memperbaiki keluhan nyeri, lingkup gerak sendi, dan fungsi bahu.[5]

Kriteria Pasien Adhesive Capsulitis yang Mendapatkan Injeksi Platelet Rich Plasma

Pada penelitian-penelitian yang telah ada, karakter pasien adhesive capsulitis yang mendapatkan terapi injeksi platelet rich plasma (PRP)  hampir sama, antara lain:

  • Berusia antara 18-70 tahun
  • Keluhan adhesive capsulitis kurang dari 1 tahun
  • Penurunan lingkup gerak sendi ≥25% setidaknya pada 2 arah gerakan
  • Nyeri sedang dengan skor VAS ≥5

Pemberian injeksi PRP tidak disarankan pada pasien-pasien dengan kriteria berikut karena belum ada studi efikasi dan keamanannya:

  • Diabetes yang tidak terkontrol
  • Gangguan kognitif
  • Anemia dengan kadar hemoglobin ≤ 9gr/dl
  • Hamil
  • Menderita keganasan
  • Memiliki tanda-tanda inflamasi sistemik aktif[4-6]

Keamanan Injeksi Platelet Rich Plasma

Selain mengetahui manfaat injeksi platelet rich plasma (PRP)  terhadap pasien adhesive capsulitis, seorang praktisi juga harus mengetahui efek samping dan keamanan penggunaannya. Efek samping minor yang ditemui setelah injeksi PRP biasanya berupa nyeri di area penyuntikan, serta kemerahan pada kulit di sekitar area penyuntikan. Efek samping yang lebih berat yang bisa ditemukan antara lain infeksi pasca penyuntikan, pembekuan darah, dan reaksi alergi.[1]

Pada beberapa penelitian yang menilai keamanan injeksi PRP, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan injeksi plasebo. Hal ini mengindikasikan bahwa efek samping yang timbul bergantung pada protokol injeksi yang dilakukan.[7]

Kesimpulan

Adhesive capsulitis merupakan suatu kondisi peradangan yang ditandai dengan kekakuan, nyeri, dan berkurangnya lingkup gerak sendi (LGS) yang signifikan pada sendi glenohumeral. Pengobatan dengan pendekatan injeksi artikular platelet rich plasma (PRP) banyak dikembangkan saat ini. Berbagai studi yang ada menunjukkan efikasi injeksi PRP dalam mengurangi keluhan nyeri, memperbaiki lingkup gerak sendi, kekuatan, dan fungsi bahu pasien adhesive capsulitis. Jika dibandingkan dengan injeksi steroid, injeksi PRP menunjukkan efikasi yang lebih baik.

Injeksi PRP termasuk tindakan invasif yang relatif aman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek samping yang ditimbulkan oleh injeksi PRP tidak berbeda bermakna jika dibandingkan dengan injeksi plasebo.

Referensi