Terapi Shockwave Intensitas Rendah untuk Disfungsi Ereksi – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Felicia

A Sham-Controlled Randomized Trial of Low Intensity Shockwave Therapy for Erectile Dysfunction

Goldstein I, Goldstein SW, Kim NN. A Sham-Controlled Randomized Trial of Low Intensity Shockwave Therapy for Erectile Dysfunction. The Journal of Urology. 2023 Apr;209(Supplement 4):e1145. https://doi.org/10.1097/ju.0000000000003356.11

studilayak

Abstrak

Latar belakang dan objektif: peneliti melakukan suatu uji klinis acak sham-controlled secara prospektif pada pria dengan disfungsi ereksi menggunakan alat electrohydraulic shockwave yang diakui FDA untuk aktivasi jaringan ikat dan perbaikan aliran darah.

Metode: studi single-blind ini dilakukan pada pria dengan disfungsi ereksi yang belum pernah mendapatkan terapi gelombang akustik dan shockwave. Pasien dirandomisasi untuk mendapatkan terapi berupa active low intensity shockwave therapy (LiSWT) 4 Hz, 0.12 mJ/mm2 atau terapi sham, dengan perbandingan 2:1.

Kelompok 1 terdiri dari 3 terapi dengan 5000 shocks setiap 3 minggu. Kelompok 2 terdiri dari 5000, 3000, dan 3000 shocks pada minggu 1, 2, dan 3 secara berurutan, lalu diikuti dengan siklus terapi yang sama 3 minggu kemudian. Ultrasonografi Doppler dan pencitraan grayscale dengan probe frekuensi 15.4 MHz dilakukan saat ereksi (yang diinduksi farmakologi) pada minggu 20 dan 32.

Subjek yang menyelesaikan terapi sham kemudian menjalani unblinding dan menjalani crossover untuk mendapatkan terapi aktif dengan LiSWT. Setelah terapi, end diastolic velocity (EDV) dan peak systolic velocity (PSV) diukur, sementara visual grading scores digunakan untuk menilai ekstensi regio hipoekoik pada corpus cavernosum.

Data kemudian dianalisis dengan 2-way repeated measures ANOVA dengan koreksi Geisser-Greenhouse. Kedua kelompok dibandingkan terhadap baseline menggunakan Dunnett's multiple comparison test. Data yang hilang dihitung sebagai “last observation carried forward”.

Hasil: meskipun direncanakan untuk 60 pasien, rekrutmen pasien terbatas karena ada COVID-19, sehingga hanya 36 subjek (22 aktif, 14 sham) bisa dirandomisasi. Terapi sham tidak menunjukkan perubahan signifikan. Jumlah subjek dengan perbaikan visual grading scores regio proksimal secara konsisten lebih tinggi pada LiSWT aktif daripada sham (kelompok 1=88,9% vs. 11,1%; kelompok 2=40,0% vs. 20,0%, secara berurutan), dengan p=0,005 pada minggu 20 dan p=0,001 pada minggu 32 pada kelompok 1.

Subjek dari kelompok sham yang kemudian mendapatkan LiSWT aktif juga mengalami perbaikan derajat grayscale (kelompok 1=33,3% vs. 11,1%; kelompok 2=40,0% vs. 20,0%). Setelah LiSWT, terjadi peningkatan jumlah pasien yang memiliki PSV lebih tinggi, EDV lebih rendah, atau tidak ada perburukan parameter aliran darah relatif terhadap baseline. Penurunan EDV secara statistik signifikan pada mereka yang mendapat terapi aktif di kelompok 2 pada minggu 32 (p=0,003).

Rerata skor IIEF-EF (The International Index of Erectile Function – Erectile Function) secara nominal lebih tinggi pada subjek dengan terapi aktif yang mengalami perbaikan visual grading scores dibandingkan dengan subjek yang tidak mengalami perbaikan. Kejadian efek samping bersifat transien.

Kesimpulan: flaccid penile LiSWT tampaknya aman dan efektif dalam terapi disfungsi ereksi, berdasarkan perubahan yang signifikan secara statistik dari baseline antara grup sham dan terapi aktif.

TerapiShockwave

Ulasan Alomedika

Active low intensity shockwave therapy (LiSWT) saat ini menjadi populer dalam terapi disfungsi ereksi tipe vaskulogenik. Hal ini dikarenakan terapi ini bersifat relatif aman dan memiliki efikasi yang dinilai menjanjikan oleh para peneliti untuk terapi disfungsi ereksi, misalnya berdasarkan perbaikan skor International Index of Erectile Function (IIEF).[1,2]

Terapi LiSWT dihubungkan dengan efek neovaskularisasi dan regenerasi jaringan dari stress mekanis yang dihasilkan oleh shockwave. Namun, karena bukti klinisnya masih terbatas, studi ini dilakukan untuk mengetahui efikasi dan keamanan LiSWT memakai electrohydraulic bila dibandingkan dengan terapi sham.[1,2]

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini menggunakan metode single-blind dan pasien dirandomisasi untuk mendapat terapi LiSWT atau terapi sham. Belum ada panduan baku mengenai protokol LiSWT dalam terapi disfungsi ereksi. Studi ini melakukan pemberian 5000 shock setiap 3 minggu untuk kelompok 1, sementara kelompok 2 mendapatkan 5000 shock pada minggu 1, kemudian 3000 shock pada minggu 2 dan 3000 shock pada minggu 3. Siklus pada kelompok 2 ini dilanjutkan kembali 3 minggu kemudian.

Studi ini menilai perbaikan disfungsi ereksi berdasarkan skoring International Index of Erectile Function (IIEF). Parameter hemodinamik penis diukur setelah terapi dengan melihat end diastolic velocity (EDV) dan peak systolic velocity (PSV). Selain itu, peneliti juga mengevaluasi visual grading scores dengan melihat penyebaran area hipoekoik pada corpus cavernosum. Pengukuran dilakukan pada minggu ke-20 dan ke-32, di mana efek terapeutik LiSWT pada disfungsi ereksi umumnya terlihat pada bulan 1–3 setelah terapi selesai.[2]

Ulasan Hasil Penelitian

Studi ini melibatkan jumlah sampel yang cukup kecil (36 pasien), dengan 22 pasien menjalani LiSWT dan 14 pasien mendapatkan terapi sham. Jumlah sampel lebih kecil daripada yang direncanakan karena kendala rekrutmen selama pandemi COVID-19.

Hasil studi menunjukkan perbaikan beberapa parameter disfungsi ereksi pada subjek yang mendapatkan terapi LiSWT dibandingkan subjek yang mendapatkan terapi sham. Bila dibandingkan dengan terapi sham, baik di kelompok 1 maupun 2, subjek yang mendapatkan terapi LiSWT lebih banyak mengalami perbaikan visual grading score di area proksimal penis. Subjek yang mendapatkan terapi LiSWT juga memiliki PSV lebih baik, EDV lebih rendah, dan skor IIEF lebih baik.

Jumlah subjek kelompok 1 yang mengalami perbaikan visual grading scores (terapi LiSWT vs. sham) adalah 88,9% vs. 11,1%. Sementara itu, pada kelompok 2, jumlah subjek yang mengalami perbaikan visual grading scores (terapi LiSWT vs. terapi sham) adalah 40% vs. 20%. Perbaikan visual grading scores juga didapatkan pada kelompok sham yang kemudian menjalani unblinding dan menerima terapi LiSWT.

Akan tetapi, sebagian besar parameter yang dijadikan luaran primer dalam studi ini sebenarnya kurang bermakna secara klinis. Dalam suatu uji klinis tentang efikasi terapi disfungsi ereksi, luaran primer yang seharusnya dianalisis secara lebih mendetail adalah luaran yang penting secara klinis, misalnya angka ereksi yang cukup kuat untuk intercourse per percobaan intercourse atau angka keberhasilan intercourse.

Kelebihan Penelitian

Studi ini melakukan blinding pada pasien, sehingga hanya peneliti yang tahu intervensi yang dilakukan sampai studi ini selesai. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan bias karena pasien tidak tahu apakah mereka menerima terapi sham atau terapi LiSWT.

Kelebihan lainnya adalah peneliti memilih pasien yang belum pernah mendapatkan terapi acoustic wave maupun shockwave. Dengan demikian, kemungkinan hasil bias, misalnya perbaikan atau perburukan klinis yang lebih signifikan karena sudah pernah mendapatkan terapi LiSWT sebelumnya, dapat disingkirkan.

Studi ini juga mengkombinasikan penilaian subjektif dan objektif, yaitu penilaian skor IIEF oleh pasien dan pemeriksaan hemodinamik penis serta visual grading score oleh pelaku penelitian.

Limitasi Penelitian

Salah satu limitasi penelitian adalah gaya hidup partisipan penelitian yang sulit dikontrol dan mungkin menjadi faktor confounding. Tata laksana utama untuk disfungsi ereksi adalah perubahan gaya hidup (misalnya olahraga dan penurunan berat badan) serta kontrol risiko kardiovaskular dan psikoterapi. Hasil penelitian, baik pada subjek yang mendapat LiSWT maupun terapi sham, mungkin terpengaruh jika pasien melakukan atau tidak melakukan terapi-terapi lain tersebut.[1,2]

Unblinding yang dilakukan di tengah-tengah studi juga dalam memberikan bias hasil penelitian. Hal ini karena pasien sham mungkin mengetahui bahwa sekarang mereka mendapatkan terapi LiSWT. Hasil palsu dari kondisi ini belum dapat disingkirkan.

Selain itu, salah satu limitasi penelitian ini adalah fokusnya pada beberapa luaran primer yang kurang bermakna secara klinis. Dalam studi klinis yang bertujuan untuk mengetahui efikasi suatu intervensi medis pada pasien disfungsi ereksi, contoh luaran primer yang lebih relevan secara klinis dan perlu dibahas lebih mendalam adalah angka ereksi yang cukup kuat untuk intercourse atau angka keberhasilan intercourse. Selain itu, pembahasan lebih detail tentang tingkat kepuasan pasien juga perlu dilakukan.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa active low intensity shockwave therapy (LiSWT) pada pasien disfungsi ereksi dapat menghasilkan perbaikan IIEF (International Index of Erectile Function), parameter hemodinamik penis, dan visual grading score apabila dibandingkan dengan tidak ada terapi.

Namun, studi klinis lebih lanjut dengan luaran primer yang lebih bermakna secara klinis dan jumlah sampel lebih besar masih diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan tersebut sebelum dapat diaplikasikan secara luas. Selain itu, studi klinis lebih lanjut juga masih diperlukan untuk mengetahui berapa shock yang perlu diberikan, frekuensi pemberian terapi, dan rentang waktu yang tepat.

Perbandingan efikasi dan keamanan dengan modalitas terapi lain yang sudah tersedia juga perlu dipelajari lebih lanjut, termasuk efikasi jika modalitas lain dipadukan dengan terapi LiSWT ini.

Referensi