Probiotik sering digunakan dalam tata laksana gastroenteritis anak. Namun, beberapa uji klinis melaporkan bahwa pemberian probiotik pada anak dengan gastroenteritis tidak memperbaiki luaran klinis dibandingkan plasebo.[1,2]
Definisi gastroenteritis (GE) menurut European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) adalah penurunan konsistensi feses dengan atau peningkatan frekuensi buang air besar hingga lebih dari sama dengan 3 kali dalam waktu 24 jam, dengan atau tanpa demam dan muntah.[3]
Penatalaksanaan GE yang dianjurkan oleh World Health Organization (WHO) mencakup rehidrasi, diet atau pemberian nutrisi yang adekuat, zinc, dan antibiotik sesuai dengan indikasi.[4]
Dalam praktik sehari-hari di pelayanan kesehatan, pemberian probiotik sering dilakukan oleh dokter sebagai terapi tambahan. Pemberian probiotik dipercaya dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri jahat yang ada di dalam usus anak. Namun, terdapat studi yang menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada kasus gastroenteritis anak tidak memberikan manfaat.[1,2,5]
Teori Manfaat Pemberian Probiotik untuk Gastroenteritis
Menurut WHO, probiotik adalah mikroorganisme yang apabila diberikan dalam jumlah tepat dapat memberikan manfaat bagi inangnya. Mikroorganisme yang paling sering digunakan sebagai probiotik adalah Lactobacillus sp, Bifidobacterium sp,dan Saccharomyces sp. Pemberian probiotik umumnya per oral, dalam bentuk tablet, bubuk, susu, yogurt, dan jus.[6-11]
Walaupun diduga beberapa jenis bakteri memberikan manfaat untuk inangnya, mekanisme kerja molekular dari probiotik sejauh ini masih belum jelas. Namun, terdapat beberapa teori terkait mekanisme kerja molekular probiotik:
- Probiotik dapat meningkatkan proses imunomodulasi saluran cerna, dengan memengaruhi sitokin-sitokin dan kaskade inflamasi di dalam usus, mengaktivasi sel T, kemudian sel T akan melepaskan sitokin untuk mengaktivasi limfosit B dan mensintesis immunoglobulin A (IgA)
- Memberikan efek antimikrobial dengan memproduksi bakteriosin yang meningkatkan produksi musin, sehingga mencegah terjadinya perlekatan patogen pada dinding usus
- Memproduksi asam laktat sehingga bakteri probiotik dapat bermultiplikasi dengan harapan mengganggu pertumbuhan bakteri patogen
- Memperbaiki fungsi serta lapisan epitel, mukus, gerakan peristaltik usus, serta deskuamasi epitel mukosa usus
- Membantu absorpsi makanan dan mencegah gangguan penyerapan air sehingga konsistensi feses tidak cair[6-8]
Beberapa studi menunjukkan bahwa probiotik aman dan tidak menyebabkan efek samping. Namun, perlu diingat bahwa penggunaan probiotik hanya aman bila diberikan kepada individu dengan imunitas yang baik. Pemberian probiotik pada pasien immunocompromised dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis probiotik. Pada pasien dengan gangguan saluran cerna seperti gastroenteritis, yang permeabilitas ususnya sedang terganggu, probiotik dapat meningkatkan translokasi bakteri ke peredaran darah.[9]
Probiotik Tidak Bermanfaat untuk Gastroenteritis Anak
Sebuah randomized controlled trial (RCT) pada tahun 2018 dilakukan di salah satu Instalasi Gawat Darurat Pediatri di Amerika Serikat pada 971 anak dengan gastroenteritis, usia 3 bulan hingga 4 tahun. Seluruh pasien dirandomisasi ke kelompok probiotik Lactobacillus rhamnosus GG dengan dosis 2 x 1010 colony forming units (cfu) sehari atau kelompok plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan luaran klinis yang signifikan antara kedua kelompok.[1]
RCT lain di tahun yang sama dilakukan di 6 Departemen Gawat Darurat Pediatrik yang berbeda-beda di Kanada, pada 886 anak dengan rentang usia 3 bulan hingga 2 tahun dengan diagnosis gastroenteritis akut. Subjek studi dikelompokkan secara acak menjadi Lactobacillus rhamnosus R0011 dan L. helveticus R0052 4 x 109 cfu, sebanyak 2 kali atau kelompok plasebo. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara grup yang diberikan probiotik maupun plasebo.[2]
Dari kedua studi tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan probiotik baik dengan bakteri tunggal maupun kombinasi, tidak memberikan dampak yang signifikan. Seluruh pasien pada kedua grup, baik yang mendapatkan probiotik maupun plasebo sama-sama memiliki durasi atau lama muntah dan diare yang sama. Namun, kedua studi juga menunjukkan tidak ada perbedaan efek samping bermakna pada kedua grup.
Temuan tersebut diperkuat oleh uji klinis acak tersamar ganda di Polandia terhadap 100 anak yang mendapatkan pemberian probiotik L. reuteri sebagai tambahan terapi rehidrasi pada anak di bawah 5 tahun tidak mempersingkat durasi diare. Di Amerika Serikat dan Kanada, sebuah uji klinis tahun 2021 juga menemukan bahwa probiotik tidak menurunkan tingkat keparahan gastroenteritis bila dibandingkan dengan plasebo.[12,13]
Hasil-hasil ini bertentangan dengan tinjauan Cochrane pada tahun 2013 yang menganalisis penggunaan probiotik pada diare yang tidak kunjung sembuh. Walaupun jenis diare ini berbeda dengan gastroenteritis akut, tinjauan ini menunjukkan bahwa probiotik mengurangi durasi penyakit dan lama rawat.[14]
Kesimpulan
Berbagai uji klinis melaporkan bahwa tidak ada perbedaan luaran klinis bermakna antara pasien gastroenteritis yang diberikan probiotik dengan yang diberi plasebo. Namun, tidak ditemukan juga perbedaan efek samping yang signifikan. Untuk itu, pemberian probiotik belum menjadi rekomendasi pada gastroenteritis, tetapi tidak membahayakan pasien jika diberikan.
Perlu diingat, tata laksana gastroenteritis anak yang utama adalah rehidrasi, pemberian nutrisi yang adekuat, antibiotik sesuai dengan indikasi, dan pemberian tablet zinc selama 10–14 hari.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra