Tes Provokasi Penicillin pada Pasien yang Berisiko Rendah Alergi Penicillin – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Efficacy of Clinical Decision Rule to Enable Direct Oral Challenge in Patients with Low-Risk Penicillin Allergy: The PALACE Randomized Clinical Trial

Copaescu AM, Vogrin S, James F, et al. Efficacy of a Clinical Decision Rule to Enable Direct Oral Challenge in Patients With Low-Risk Penicillin Allergy: The PALACE Randomized Clinical Trial. JAMA Intern Med. 2023;183(9):944-952. PMID: 37459086.

studiberkelas

Abstrak

Latar belakang: kurang dari 5% pasien yang dinyatakan alergi penicillin benar-benar mengalami alergi penicillin. Hingga saat ini, pedoman untuk menyingkirkan diagnosis alergi penicillin pada pasien dewasa adalah dengan melakukan pemeriksaan prick dan uji intradermal pada kulit, yang dilanjutkan dengan tes provokasi oral dengan penicillin.

Namun, pemeriksaan lewat kulit membutuhkan sumber daya terlatih sehingga terbatas hanya pada tenaga medis yang terspesialisasi untuk hal tersebut. Hal ini menghambat proses delabeling alergi penicillin pada pasien dewasa.

Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah tes provokasi penicillin oral secara langsung pada pasien yang berisiko rendah alergi penicillin bersifat noninferior terhadap pedoman klinis saat ini. Pedoman saat ini adalah melakukan uji kulit terlebih dahulu baru melakukan tes provokasi oral.

Metode: penelitian ini merupakan uji klinis noninferioritas yang dilakukan secara paralel terhadap 2 kelompok. Penelitian dilakukan secara open label dan multisenter pada 6 fasilitas kesehatan spesialisasi, yaitu 3 di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan 3 di Australia dari 18 Juni 2021 hingga 2 Desember 2022.

Pasien yang dapat menjadi subjek penelitian adalah yang memiliki skor PEN-FAST <3. PEN-FAST merupakan skor tervalidasi untuk menilai risiko alergi penicillin pada pasien dewasa secara point-of-care.

Intervensi: subjek dirandomisasi untuk mendapatkan tes provokasi penicillin oral secara langsung (kelompok intervensi) atau mendapatkan tes sesuai pedoman yaitu lewat uji kulit terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan tes provokasi oral (kelompok kontrol).

Luaran: luaran utama adalah ada tidaknya tes provokasi oral yang menunjukkan alergi penicillin, yang diverifikasi oleh dokter dalam 1 jam setelah intervensi dengan analisis intention-to-treat. Noninferioritas dinyatakan tercapai jika nilai 1-sided 95% CI (interval kepercayaan) dari risk difference (RD) tidak melebihi 5 poin persentase (pp).

Hasil: total 382 subjek diacak, dengan 377 pasien masuk dalam analisis. Median usia subjek adalah 51 (35–65) tahun dan 247 subjek (65,5%) adalah perempuan. Sebanyak 187 subjek masuk ke dalam kelompok intervensi dan 190 masuk ke dalam kelompok kontrol. Mayoritas subjek memiliki skor PEN-FAST 0–1.

Luaran utama terjadi pada 1 pasien (0,5%) di kelompok intervensi dan 1 pasien (0,5%) di kelompok kontrol dengan RD 0.00084 pp (90% CI -1,22 hingga 1,24 pp). Nilai 1-sided 95% CI berada di bawah margin noninferioritas.

Dalam 5 hari setelah tes provokasi oral, efek samping immune-mediated terjadi pada 9 subjek di kelompok intervensi dan 10 subjek di kelompok kontrol (RD -0,45 pp; 95% CI -4,87 hingga 3,96 pp). Tidak ada efek samping serius pada penelitian ini.

Kesimpulan: pada uji klinis ini, tes provokasi penicillin oral secara langsung pada pasien yang berisiko rendah alergi penicillin ternyata bersifat noninferior terhadap prosedur alergi penicillin standar, yaitu dengan uji alergi melalui kulit terlebih dahulu baru tes provokasi oral. Pada pasien dengan riwayat risiko rendah, tes provokasi penicillin oral secara langsung adalah prosedur yang aman dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis alergi penicillin.

Doctor,nurse,gp,Medical,Practitioner,Wearing,Blue,Surgical,Latex,Gloves,Holding,Medicine

Ulasan Alomedika

Lebih dari 95% pasien yang melaporkan riwayat alergi penicillin ternyata memiliki tes alergi penicillin negatif dan dapat menoleransi pemberian penicillin. Pernyataan alergi penicillin yang tidak tepat ini dapat membuat pemilihan antibiotik untuk terapi suatu penyakit menjadi tidak rasional, sehingga berisiko meningkatkan lama hospitalisasi dan pembiayaan kesehatan.

Delabeling atau proses menyingkirkan diagnosis alergi penicillin merupakan salah satu langkah konkret untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, langkah untuk delabeling alergi penicillin cukup kompleks, yaitu harus melakukan tes alergi pada kulit terlebih dahulu baru melakukan tes provokasi oral. Suatu proses delabeling yang lebih praktis, misalnya dengan melakukan uji provokasi oral penicillin secara langsung tanpa uji kulit, diperlukan.

Salah satu sistem skoring yang dikembangkan untuk bisa menilai risiko alergi pensilin adalah skor PEN-FAST. Uji klinis ini menilai tes provokasi oral secara langsung dengan penicillin pada pasien dengan skor PEN-FAST <3 (risiko alergi penicillin rendah).

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis noninferioritas yang dilakukan secara open label dan multisenter, yaitu pada 6 pusat kesehatan di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Protokol penelitian telah lolos uji etik dan mengikuti pedoman CONSORT (Consolidated Standards of Reporting Trials) untuk penulisannya.

Randomisasi dilakukan secara 1:1 berbasis web-design. Blinding setelah randomisasi tidak memungkinkan untuk dilakukan. Proses stratifikasi risiko alergi penicillin dilakukan dengan alat yang sudah tervalidasi klinis secara internasional, yaitu PEN-FAST. Skor PEN-FAST <3 dapat mengidentifikasi risiko alergi penicillin yang rendah pada orang dewasa, dengan negative predictive value 96,3%.

Pasien yang berisiko tinggi alergi penicillin tidak diikutsertakan karena risiko adverse events serius. Kriteria eksklusi lain adalah riwayat anafilaksis yang terkait dengan obat apa pun atau riwayat urtikaria spontan atau penyakit sel mast. Pasien dengan riwayat reaksi parah yang non-IgE-mediated, misalnya reaksi kulit atau reaksi organ parah yang delayed, juga tidak diikutkan.

Reagen dan interpretasi uji kulit dilakukan sesuai protokol standar, begitu juga dengan tes provokasi oral. Segera setelah pemberian penicillin oral, semua subjek dipantau untuk melihat ada tidaknya adverse events. Pemantauan dilakukan kembali 60 menit kemudian. Pada hari kelima, petugas penelitian mengontak semua subjek untuk follow up ada tidaknya reaksi yang delayed.

Ulasan Hasil penelitian

Penelitian ini berhasil merekrut 382 subjek, di mana 190 subjek masuk ke kelompok intervensi dan 192 subjek masuk ke kelompok kontrol. Angka drop-out penelitian ini adalah 8,1% yang artinya masih dapat ditoleransi. Luaran primer terjadi pada 1 pasien pada tiap kelompok dengan RD 0.0084 pp (90% CI -1,22 hingga 1,24 pp). Risk ratio penelitian ini adalah 1,02 (90% CI 0,10 hingga 10,34).

Dengan analisis per-protokol, tampak hasil yang kurang lebih sama, yaitu (RD -0,57 pp; 90% CI: -1,50 hingga 0,36 pp). Ada 22 kejadian efek samping (9 merupakan efek samping termediasi sistem imun) pada kelompok intervensi dan 24 kejadian efek samping (10 merupakan efek samping termediasi sistem imun) pada kelompok kontrol (risk ratio 0,97 (95% CI: 0,54 sampai 1,73).

Menurut analisis efek samping selama 5 hari, efek samping terjadi dengan median 4 jam setelah tes provokasi oral dengan penicillin. Delabeling terjadi pada 186 dari 187 subjek pada kelompok intervensi dan 186 dari 190 subjek pada kelompok kontrol (RD 1,57 pp; 95% CI: -0,72 sampai 3,86 pp).

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini adalah uji klinis acak prospektif yang merupakan desain yang baik untuk menilai suatu intervensi medis. Penelitian juga dilakukan secara multisenter dengan melibatkan jumlah sampel yang cukup banyak, sehingga hasilnya tidak underpowered.

Dalam penelitian ini, ada tidaknya reaksi alergi juga tidak hanya diamati segera setelah tes, tetapi juga 5 hari setelahnya. Hal ini memungkinkan pelaku penelitian mengetahui ada tidaknya reaksi yang delayed.

Stratifikasi risiko alergi penicillin dilakukan dengan cara yang terukur, yaitu dengan skor PEN-FAST. Sistem skoring PEN-FAST sudah divalidasi secara internasional di populasi dewasa, baik secara retrospektif maupun prospektif.

Kekurangan Penelitian

Meskipun skor PEN-FAST <3 sudah dinyatakan sebagai risiko rendah alergi penicillin, >94% subjek dalam studi ini memiliki skor PEN-FAST 0 atau 1. Hal ini membatasi generalizability hasil studi, di mana hasil belum tentu dapat diterapkan pada pasien dengan skor PEN-FAST 2. Selain itu, pasien dengan riwayat anafilaksis akibat obat apa pun dieksklusi dari studi ini.

Desain penelitian ini juga open-label (tanpa blinding) karena uji kulit tidak mungkin bisa disamarkan pada pasien maupun peneliti. Hal ini mungkin meningkatkan risiko bias.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini memiliki potensi manfaat di Indonesia. Dengan menyederhanakan proses delabeling alergi penicillin, risiko pemberian antibiotik yang tidak sesuai dapat dikurangi dan komplikasi penyakit serta peningkatan biaya medis yang tidak perlu juga dapat dihindari.

Namun, untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini di Indonesia, sosialisasi mengenai skoring yang dipakai untuk stratifikasi risiko alergi penicillin, yaitu skor PEN-FAST, perlu dilakukan terlebih dahulu pada tenaga kesehatan.

Referensi