Probiotik sering diberikan pada anak-anak yang mengalami konstipasi fungsional, tetapi bukti efikasinya sebenarnya masih diperdebatkan. Konstipasi fungsional menyebabkan rasa tidak nyaman, gelisah, dan mengganggu kegiatan sehari-hari anak. Selain terapi medikamentosa, probiotik sering diberikan dengan harapan dapat memperbaiki ritme kerja saluran cerna dengan memengaruhi mikroba saluran cerna.[1,2]
Konstipasi fungsional dimaksud dengan kondisi kronis sulitnya atau jarangnya gerakan saluran cerna tanpa penyebab medis yang dapat diidentifikasi. Menurut kriteria Rome IV, anak-anak dengan konstipasi fungsional mungkin memiliki gejala seperti buang air besar jarang (≤2 kali dalam 1 minggu), adanya nyeri saat buang air besar, feses dengan diameter besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.[3,4]
Faktor yang Berkaitan dengan Terjadinya Konstipasi Fungsional pada Anak
Konstipasi fungsional paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun, terutama pada saat toilet training. Konstipasi ini diperkirakan disebabkan oleh faktor kebiasaan dan diet. Anak-anak mungkin menahan buang air besar setelah mengalami nyeri akibat gerakan saluran cerna. Hal ini bisa menyebabkan siklus retensi buang air besar dan memperparah konstipasi.[3,4]
Selain itu, faktor lain yang juga berkontribusi adalah konsumsi makanan rendah serat, dehidrasi, pola hidup sedentary, stres emosional, dan perubahan pada aktivitas atau diet. Secara umum, kejadian konstipasi organik terjadi sekitar 5%.[5,6]
Teori terkait Mekanisme Kerja Probiotik pada Konstipasi Fungsional Anak
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang jika diberikan dalam jumlah adekuat dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan. Probiotik dipercaya dapat memodulasi kesehatan saluran cerna dan memengaruhi fungsi imun dan metabolisme. Probiotik yang sering digunakan adalah Lactobacillus, Bifidobacterium, Saccharomyces boulardii, dan Bacillus clausii.[1,7]
Probiotik dianggap dapat membantu mengatasi gejala konstipasi melalui beberapa mekanisme. Hingga saat ini, teori yang dipercaya adalah probiotik dapat memengaruhi mikrobiota saluran cerna dengan cara meningkatkan rasio bakteri yang menguntungkan sehingga meningkatkan motilitas saluran cerna. Beberapa strain mikroba juga memiliki kemampuan untuk memproduksi asam lemak rantai pendek seperti butirat dan asetat. Asam lemak bisa meningkatkan keasaman kolon sehingga menarik air ke dalam lumen kolon, memperbaiki konsistensi feses, dan mempercepat waktu transit.[1,8,9]
Mekanisme lain yang diajukan adalah kemampuan probiotik untuk meningkatkan integritas mukosa, memodulasi inflamasi lokal, dan memengaruhi sistem saraf enterik untuk meregulasi motilitas. Produk yang dihasilkan oleh probiotik seperti serotonin (5-HT) merupakan neuroaktif dan bisa memengaruhi motilitas saluran cerna. Modulasi inflamasi juga terjadi dengan adanya produksi sitokin anti-inflamasi, penurunan sitokin pro-inflamasi, dan menguatnya barrier usus.[5,8]
Bukti Klinis terkait Efikasi Probiotik pada Konstipasi Fungsional Anak
Dalam 5 tahun terakhir, beberapa randomized controlled trials (RCT) dan meta-analysis telah meneliti efikasi probiotik untuk menangani kasus konstipasi pada anak-anak. Hasil penelitian tampak beragam. Ada meta-analysis yang menunjukkan efikasi penggunaan Lactobacillus casei rhamnosus jika dibandingkan dengan plasebo.[1,9,10]
Namun, beberapa penelitian lain masih memberikan hasil yang berbeda-beda terkait efikasi penggunaan probiotik untuk konstipasi fungsional. Hal ini terjadi karena karena jumlah sampel yang sedikit, heterogenitas, dan kelemahan metodologi seperti dosis penggunaan probiotik yang beragam.[1,9,10]
Suatu meta-analysis tahun 2024 menyimpulkan bahwa penggunaan probiotik tidak meningkatkan gerakan usus per minggu secara signifikan jika dibandingkan dengan terapi konvensional atau plasebo. Suatu systematic review pada 2023 juga menyatakan bahwa bukti-bukti ilmiah belum mendukung penggunaan probiotik dan sinbiotik untuk konstipasi fungsional. Penggunaan probiotik tidak menunjukkan hasil signifikan berupa menurunnya gejala seperti sulit buang air besar dan nyeri perut.[5, 11]
Penelitian lain yang menggunakan probiotik dengan laksatif atau magnesium oksida menunjukkan manfaat ringan yang tidak dapat dibedakan dengan penggunaan laksatif saja. Akibatnya, panduan-panduan utama seperti North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) dan American Academy of Family Physician (AAFP) tidak merekomendasikan probiotik untuk konstipasi.[5,11]
Probiotik tidak dianjurkan sebagai terapi lini pertama, tetapi bisa dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada anak-anak sehat yang tidak merespons terapi standar. Pemberian probiotik juga dapat dipertimbangkan bagi anak-anak dengan preferensi orang tua yang memilih terapi alami.[4,5,9]
Lactobacillus casei rhamnosus dan Lactobacillus reuteri DSM 17938 telah dikaitkan dengan manfaat pada berbagai penelitian. Meski begitu, penggunaannya tidak dapat menggantikan laksatif osmotik seperti polyethylene glycol (PEG) yang dianjurkan dan didukung oleh bukti ilmiah kuat. Intervensi perilaku atau kebiasaan seperti toilet-training, dan hidrasi serta asupan serat yang cukup juga penting dan harus dimulai bersamaan dengan terapi medis lainnya.[4,5,9]
Pemberian probiotik dapat dihentikan jika tidak didapatkan perbaikan penggunaannya. Penghentiannya dapat dilakukan secara langsung. Manfaat yang kecil dari probiotik pada konstipasi fungsional tidak memberikan alasan cukup untuk penggunaan jangka panjang jika tidak ada perbaikan.[9,12,13]
Profil Keamanan Probiotik untuk Konstipasi Fungsional Anak-Anak
Probiotik umumnya bersifat aman bagi anak. Efek samping yang umum terjadi adalah konsistensi feses yang lebih lunak, kembung, dan tidak nyaman di perut. Efek-efek ini umumnya bersifat ringan dan akan membaik dengan sendirinya.[9,12,13]
Namun, pemberian probiotik bagi anak dengan sistem imun bermasalah dan kondisi kritis perlu dihindari. Ada laporan kasus bakteremia dan fungemia yang berhubungan dengan penggunaan probiotik yang mengandung Lactobacillus rhamnosus GG dan Saccharomyces boulardii.[9,12,13]
Kesimpulan
Secara teori, probiotik diperkirakan bermanfaat untuk konstipasi fungsional karena bisa memengaruhi mikrobiota saluran cerna dan meningkatkan rasio bakteri menguntungkan sehingga meningkatkan motilitas saluran cerna. Selain itu, terdapat juga teori lain yang memperkirakan bahwa probiotik dapat memodulasi inflamasi lokal dan memengaruhi sistem saraf enterik.
Namun, teori-teori ini belum benar-benar ditranslasi menjadi manfaat klinis. Bukti dari studi klinis menunjukkan bahwa efikasi probiotik untuk menangani konstipasi fungsional pada anak masih tidak konsisten dan tidak signifikan, sehingga probiotik belum dapat direkomendasikan sebagai terapi konstipasi fungsional pada anak.
Penggunaan laksatif osmotik seperti PEG dan perubahan perilaku tetap menjadi terapi utama dalam menangani konstipasi. Probiotik dapat digunakan sebagai tambahan pada kasus tertentu, tetapi penggunaannya tetap perlu memperhatikan keterbatasannya.