Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif, berupa penurunan berat badan, pemberian obat antidiabetes, dan perubahan gaya hidup. Kontrol keberhasilan terapi menggunakan pemeriksaan HbA1c penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Selain itu, penatalaksanaan diabetes juga harus memperhatikan komorbid lainnya yang perlu dikontrol seperti tekanan darah dan profil lipid pasien.
Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis merupakan bagian dari penatalaksanaan komprehensif diabetes. Terapi yang diberikan menyangkut perubahan gaya hidup, diet, dan penanganan obesitas.
Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup sedentari memiliki asosiasi yang erat dengan diabetes mellitus tipe 2. Anjurkan pasien untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapat membantu mengatasi resistensi insulin. Pada tahap awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk mengatasi diabetes mellitus tipe 2 tanpa penambahan terapi farmakologis.
Diet
Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas sehingga doktter sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target penurunan berat badan 5-10% dalam jangka waktu setahun terbukti tidak hanya menurunkan kadar gula darah, tetapi juga menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah.[38]
Medikamentosa
Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes mellitus tipe 2, yaitu:
- Biguanida
- Sulfonilurea
- Derivat meglitinide
- Thiazolidinediones
-
Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
- Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
- Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
- Insulin
- Agonis dopamin
Metformin
Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanide yang digunakan sebagai terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan oleh risiko efek sampingnya yang jauh lebih minim dibandingkan obat antidiabetes lainnya. Dosis awal umumnya 500 mg, diberikan 2 kali sehari. Sesuaikan dosis dengan respon terapi setiap 2 minggu sampai kontrol gula darah tercapai. Umumnya dosis yang dibutuhkan untuk mencapai kontrol gula darah adalah 1500-2550 mg/hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian. Dosis maksimal pemberian metformin adalah 2550 mg/hari.
Metformin dapat dikombinasikan dengan obat antidiabetes oral lainnya atau juga dengan insulin.[30]
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea seperti glibenclamide, glipizide, dan glimepiride dapat digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2. Generasi kedua obat golongan sulfonilurea ini dikonsumsi sekali sehari dan dapat dikombinasi dengan obat antidiabetes oral lainnya atau insulin.[31,32]
Dosis sulfonilurea yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Chlorpropamide:
- Dosis awal, 100-250 mg oral, sekali sehari, dititrasi naik 50-125 mg sesuai respon terapi setiap 3-5 hari
- Dosis maintenance, 100-500 mg per hari
- dosis maksimum, 750 mg per hari[33]
Tolbutamide:
- Dosis awal, 1-2 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
- Dosis maintenance, 0,25-3 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
- Dosis maksimum, 3 gram per hari[34]
Glibenclamide:
- Dosis awal standar, 2,5-5 mg oral sekali sehari
- Dosis titrasi, meningkat tidak lebih daripada 2,5 mg pada interval mingguan
- Dosis maintenance, 1,25-20 mg oral sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi
-
Dosis maksimum, 20 mg per hari[35]
Glimepiride:
- Dosis awal, 1-2 mg oral sekali sehari
- Dosis maintenance, dinaikkan 1 atau 2 mg tiap 1-2 minggu berdasarkan respon glukosa dalam darah
-
Dosis maksimum, 8 mg per hari[36]
Obat Antidiabetes Oral Lainnya
Derivat meglitinide seperti repaglinide dan nateglinide umumnya digunakan pada pasien yang memiliki alergi terhadap obat golongan sulfonilurea. Thiazolidinediones (pioglitazone atau rosiglitazone) tidak hanya menurunkan kadar gula darah tetapi juga memiliki efek menghammbat progresi diabetes. Walau demikian, obat ini memiliki risiko efek samping edema dan peningkatan berat badan, terutama jika dikombinasi dengan insulin.
GLP-1 agonis seperti liraglutide tidak hanya memiliki efek antidiabetes tetapi juga menurunkan berat badan sehingga saat ini diteliti sebagai terapi untuk obesitas. DPP-4 inhibitor seperti linagliptin dan sitagliptin memiliki risiko efek samping yang lebih kecil dibandingkan metformin, terutam efek samping gastrointestinal seperti mual dan diare. Selain kedua golongan tersebut, terdapat juga obat golongan SGLT-2 inhibitor seperti canagliflozin yang juga dapat digunakan untuk mengontrol gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2.
Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2 adalah bromocriptine mesylate, obat golongan agonis dopamine. Obat ini dapat dipertimbangkan pada pasien obesitas yang tidak merespon terhadap pengobatan antidiabetes lainnya.
Insulin
Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1, pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga pemberian insulin pada pasien harus dibuat secara individual. Indikasi pemberian insulin adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 yang telah diterapi dengan obat antidiabetes oral dengan kadar gula darah tidak terkontrol dan HbA1c >6.5% selama setidaknya 3 bulan.
Dosis insulin dimulai dengan pemberian 10 unit/hari secara subkutan atau 0,1-0,2 unit/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2/3 pada pagi hari dan sisanya pada malam hari. Pada pagi hari, insulin yang digunakan adalah insulin regular dan intermediate-acting dengan rasio 1:2. Pada malam hari, insulin diberikan dengan rasio insulin regular dan intermediate-acting 1:1.
Self Monitoring
Pasien harus diedukasi untuk dapat memonitor dan mencatat kadar gula darah harian menggunakan glukometer. Dokter juga harus memberikan edukasi mengenai kemungkinan komplikasi diabetes dan gejalanya, tanda hipoglikemia serta penanganan pertamanya, dan gejala ketoasidosis diabetik yang memerlukan kunjungan segera ke rumah sakit.
Follow Up
Follow up teratur merupakan hal yang penting dilakukan untuk memantau keberhasilan terapi dan mengatur dosis dan pilihan obat yang diberikan. Follow up juga bermanfaat untuk deteksi dini kemungkinan komplikasi yang terjadi akibat diabetes mellitus tipe 2.[37]
Pemantauan keberhasilan terapi dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan sekali dan bila kadar gula darah sudah terkontrol dengan baik dapat diperpanjang menjadi 6 bulan sekali.
Follow up juga dilakukan untuk memantau risiko komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan mata setiap tahun, kontrol tekanan darah <130/80 mmHg, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan kaki, kadar kolesterol, serta fungsi ginjal.[23,24]
Rujukan ke Rumah Sakit
Pasien diabetes mellitus tipe 2 memerlukan perawatan di rumah sakit jika pasien mengalami kejadian hiperglikemia berulang, penurunan kesadaran baik akibat ketoasidosis diabetik maupun akibat hipoglikemia berat karena pengobatan, serta jika terjadi komplikasi seperti gangren kaki.
Pasien yang memerlukan operasi perlu mendapat perhatian khusus mengenai stabilisasi gula darah saat puasa preoperatif.