Tinea Incognito: Alasan Untuk Berhenti Memberikan Steroid Topikal pada Infeksi Jamur Kulit

Oleh :
dr. Novianti Rizky Reza, Sp.KK

Tinea incognito merupakan infeksi jamur atau dermatofitosis yang mengalami perubahan gambaran klinis oleh karena adanya pemberian steroid sebelumnya, baik secara sistemik maupun topikal. Penggunaan sediaan antijamur dan steroid dalam bentuk kombinasi tetap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan kejadian tinea incognito. Selain itu, usaha pasien untuk melakukan swamedikasi juga mempengaruhi terjadinya tinea incognito.[1-3]

Gambaran tinea incognito memiliki variasi yang luas dan menyerupai berbagai kelainan kulit. Hal ini akan menyulitkan diagnosis dan menunda penanganan, yang tentunya meningkatkan risiko transmisi. Pada kecurigaan tinea, sebaiknya dilakukan konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik. Pada lesi kulit yang tidak memberikan respon baik dengan terapi, dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan tinea incognito.[2,3]

TineaIncognito

Sekilas Tentang Tinea Incognito

Infeksi jamur pada kulit dapat mengalami misdiagnosis, termasuk sebagai dermatitis atopik, sehingga petugas kesehatan melakukan tata laksana dengan steroid. Hal ini menyebabkan terjadinya infeksi jamur yang telah kehilangan gambaran khasnya akibat pemberian obat imunosupresan. Kondisi inilah yang menimbulkan tinea incognito.[4,5]

Penggunaan steroid yang bersifat imunosupresan dapat menyebabkan berkurangnya reaksi inflamasi lokal yang diinduksi jamur, terutama terkait sel T. Hal ini memungkinkan jamur untuk melakukan penetrasi lebih dalam. Pemberian steroid juga memungkinkan infeksi jamur berkembang dengan tanda inflamasi yang minimal, yaitu dengan sedikit eritema atau skuama, menyebabkan hilangnya manifestasi tinea yang khas.[4,6]

Penggunaan Steroid Topikal Tidak Direkomendasikan pada Infeksi Jamur Kulit

Kombinasi obat antijamur golongan azole, seperti miconazole, dengan kortikosteroid sering digunakan klinisi dalam penanganan infeksi jamur kulit. Meski demikian, bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi steroid-antijamur tidak lebih unggul dari agen antijamur tunggal dan memiliki tingkat kesembuhan mikologi dan klinis yang lebih rendah dalam pengelolaan dermatofitosis. Penggunaan steroid pada infeksi jamur juga telah dikaitkan dengan infeksi kronik, atipikal, dan recalcitrant.[7]

Dampak Tinea Incognito pada Diagnosis dan Penatalaksanaan Tinea

Karakteristik lesi yang tidak khas pada tinea incognito mengakibatkan diagnosis menjadi sulit dan pengobatan yang diberikan menjadi tidak sesuai. Meskipun sebagian laporan kasus pada tinea incognito menunjukkan respon yang baik terhadap pemberian antijamur dan resistensi terhadap antijamur pada kasus tinea incognito belum pernah dilaporkan, pemberian steroid pada pasien tinea dapat menimbulkan efek samping seperti atrofi kulit.[4,8]

Pengobatan yang tidak optimal pada kasus tinea juga meningkatkan risiko rekurensi dan meningkatkan risiko transmisi pada kontak erat pasien.[4,8]

Pendekatan Penanganan Tinea Incognito

Diagnosis tinea corporis biasanya dibuat berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik yang sudah dapat menimbulkan kecurigaan infeksi jamur. Bagian yang sangat penting dari proses diagnostik adalah pemeriksaan mikologi yang dapat dengan cepat mengkonfirmasi kecurigaan tinea dan mengarahkan pada pengobatan yang benar. Meski demikian, pada kasus tinea incognito, diagnosis menjadi lebih sulit karena gambaran klinis yang tidak khas untuk infeksi jamur.[3,5]

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pada tinea incognito dapat menyerupai kelainan kulit lain, termasuk di antaranya lupus eritematosus sistemik  (SLE), dermatitis atopik, purpura, dermatitis seboroikliken planus, dan psoriasis. Untuk mengarahkan kecurigaan ke tinea incognito, dokter perlu menanyakan bagaimana gambaran lesi saat pertama muncul, terapi apa yang sudah diberikan, apakah lesi membaik dengan terapi tersebut, serta apakah lesi muncul kembali setelahnya. Adanya riwayat penggunaan steroid atau imunosupresan lain adalah poin penting yang meningkatkan kecurigaan ke arah tinea incognito.[3,4,9]

Pada pemeriksaan fisik, gambaran klinis khas infeksi jamur adalah plak atau makula eritematosa berbentuk lingkaran polisiklik, berbatas tegas dengan tepi yang meninggi, berskuama, dan terdapat central healing. Vesikel dan pustula juga dapat muncul di bagian tepi lesi. Dapat pula ditemukan ekskoriasi karena adanya gatal.[3,5]

Pada tinea incognito, pemberian steroid menyebabkan manifestasi lesi yang berbeda dengan gambaran khas tinea, yaitu hilangnya gambaran klinis polisiklik dan juga bagian tepi yang lebih aktif.  Lesi juga biasanya lebih ekstensif, dengan predileksi lesi pada wajah dan dorsum manus. Curigai adanya tinea incognito pada pasien dengan riwayat menggunakan steroid dan lesi berupa makula maupun plak eritematosa berskuama yang tidak berespon terhadap terapi.[3,4,9]

Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis tinea incognito, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sama seperti pada infeksi jamur pada umumnya. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan mikroskopis langsung, dermoskopi, kultur, hingga histopatologi dan polymerase chain reaction (PCR).[1,5]

Pemeriksaan Mikroskopis Langsung:

Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, dapat ditemukan adanya hifa yang merupakan bagian pada jamur. Meski demikian, pemeriksaan ini tidak selalu memberikan hasil positif. Pada kasus dengan kecurigaan tinggi tinea dan menunjukkan pemeriksaan mikroskopis negatif, dapat dilakukan pemeriksaan ulang pada hari ke-3.[3,4,9]

Dermoskopi:

Pemeriksaan dermoskopi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis tinea dan tidak invasif bagi pasien. Pada dermoskopi dapat ditemukan adanya bercak eritema dengan skuama perifolikular. Pada area dengan rambut dapat ditemukan adanya black dots, rambut yang patah, dan gambaran comma and corkscrew hair.[2,3]

Kultur Jamur:

Pemeriksaan kultur jamur merupakan baku emas diagnosis. Kultur dapat dilakukan dengan pengambilan kerokan kulit. Kultur dapat membantu penegakan diagnosis tinea dan sekaligus mengidentifikasi jamur penyebab pada tinea incognito.[3,9]

Histopatologi:

Pemeriksaan histopatologi dengan sediaan yang berasal dari biopsi lesi kulit dapat bermanfaat pada kasus tertentu tetapi bukan merupakan prosedur yang rutin dilakukan. Metode ini lebih invasif dan tidak membawa manfaat diagnostik tambahan pada kebanyakan kasus. Gambaran histopatologis dapat bervariasi antara pasien dan umumnya tidak spesifik, Pada tinea incognito, bisa tampak  neutrofil di stratum korneum, ortokeratosis kompak, dan adanya hifa jamur di antara dua zona sel kornifikasi.[3]

Polymerase Chain Reaction (PCR):

Pada kasus tinea incognito, pemeriksaan real-time polymerase chain reaction (RT-PCR) bisa dilakukan untuk mendeteksi infeksi dermatofita yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskopis langsung.[1,5]

Penatalaksanaan Tinea Incognito

Penatalaksanaan tinea incognito mengikuti prinsip penatalaksanaan infeksi jamur. Pada pasien dengan riwayat penggunaan steroid atau inhibitor calcineurin, langkah awal penanganan adalah menghentikan penggunaan kedua agen tersebut.

Pada tinea corporis terlokalisir, pemberian terapi antijamur topikal umumnya menghasilkan respon klinis yang baik. Meski demikian, pada tinea incognito yang luas, terapi topikal sebaiknya dikombinasikan dengan antijamur sistemik. Golongan obat terbinafine dan azole seperti fluconazole dan itraconazole telah dilaporkan sebagai pilihan yang lebih baik dibandingkan griseofulvin.[9,10]

Terapi non-medikamentosa tetap perlu dilakukan pada pasien tinea incognito. Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan sehari-hari dan menjaga kelembaban tubuh. Minta pasien mencuci baju dengan baik dan mengobati sumber penularan lain, seperti binatang peliharaan.[8]

Kesimpulan

Tinea incognito merupakan kasus infeksi jamur yang kehilangan karakteristik klinis khas infeksi jamur pada kulit akibat penggunaan imunosupresan, seperti steroid. Hal ini menyebabkan diagnosis menjadi lebih sulit, penundaan penanganan, dan peningkatan risiko transmisi infeksi jamur.

Kortikosteroid tidak memiliki tempat dalam penanganan tinea. Penggunaan kortikosteroid malah akan membuat manifestasi klinis khas tinea menjadi hilang, menyulitkan diagnosis definitif, dan menghambat terapi definitif.

Untuk mendiagnosis tinea incognito, dokter perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Kecurigaan adanya tinea incognito perlu dipertimbangkan pada pasien yang mengeluhkan lesi serupa jamur sebelumnya dan mendapat terapi steroid. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis langsung dan dermoskopi dapat mengonfirmasi diagnosis tinea incognito.

Penanganan tinea incognito sama dengan infeksi jamur kulit lainnya. Hingga kini belum ada laporan resistensi terhadap antijamur pada kasus tinea incognito, tetapi kesulitan dalam diagnosis bisa menyebabkan munculnya komplikasi seperti atrofi kulit. Pemberian terbinafine dan golongan azole umumnya akan menghasilkan luaran klinis yang baik. Pemberian farmakoterapi juga harus dibarengi dengan edukasi untuk menjaga kebersihan dan mengobati sumber penularan jamur.

Referensi