Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Angina Pektoris general_alomedika 2022-10-05T09:56:20+07:00 2022-10-05T09:56:20+07:00
Angina Pektoris
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Angina Pektoris

Oleh :
Sunita
Share To Social Media:

Diagnosis angina ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, yang didukung dengan penunjang untuk mengeksklusi infark miokard akut.

Anamnesis

Walaupun banyak dogma terkait karakteristik nyeri dada tertentu yang menandakan angina, tetapi studi yang ada menunjukkan sebaliknya. Studi oleh Body et al menyatakan bahwa banyak gejala atipikal, seperti nyeri dada yang menjalar ke kedua pundak, yang justru lebih meningkatkan kemungkinan adanya infark miokard dibandingkan gejala tipikal tradisional yang dipercayai selama ini. Studi ini menemukan bahwa nyeri yang menjalar ke tangan kanan, nyeri menjalar ke kedua tangan, adanya muntah, nyeri dada bagian tengah, dan diaforesis adalah gejala-gejala yang meningkatkan kemungkinan infark miokard akut. Sedangkan nyeri di dada kiri anterior, nyeri dada saat istirahat, dan nyeri dada yang menjalar ke tangan kiri adalah gejala-gejala prediktor negatif infark miokard. [62]

Pasien yang datang dengan manifestasi klinis berupa angina pektoris kemudian perlu diklasifikasi menjadi pasien dengan angina stabil (stable angina pectoris/SAP) atau tidak stabil (unstable angina pectoris/UAP). UAP adalah nyeri dada tipikal onset baru, meningkat dalam hal frekuensi, intensitas, dan durasi, yang terjadi saat istirahat. Perbedaan ini penting sebab terdapat perbedaan risiko kematian jangka pendek pada pasien UAP risiko sedang dan tinggi dibandingkan pasien dengan SAP. [5]

Selain penentuan sifat nyeri dada, anamnesis juga perlu mencakup evaluasi seluruh faktor risiko konvensional penyakit jantung iskemik. Hal ini termasuk riwayat merokok saat ini maupun masa lampau, riwayat dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, kebiasaan hidup, serta riwayat penyakit jantung iskemik prematur dalam keluarga. Informasi tentang riwayat penyakit arteri perifer dan serebrovaskuler juga meningkatkan peluang kejadian penyakit jantung iskemik. [5]

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai memiliki angina pektoris dapat membantu mengidentifikasi penyebab dasar angina. Pasien biasanya masih sadar penuh dengan tanda vital dalam batas normal, kecuali pada beberapa kondisi. Tekanan darah dapat meningkat pada pasien dengan riwayat hipertensi. [6] Sebaliknya, apabila pasien memiliki tekanan darah rendah pada dua pengukuran dalam waktu yang berbeda, hal ini meningkatkan kecurigaan sindrom koroner akut alih-alih angina pektoris stabil sebagai penyebab nyeri dada. [36]

Pada pemeriksaan fisik jantung, inspeksi dinding dada tidak akan menunjukkan suatu temuan yang khas untuk angina pektoris. Pemeriksaan auskultasi jantung dapat mengungkap temuan yang mengarah pada kemungkinan diagnosis banding terhadap penyebab nyeri dada seperti gallop pada gagal jantung, serta murmur ejeksi sistolik pada apeks dan garis sternal kiri pada kardiomiopati hipertrofik. [37,38]

Selain itu, beberapa temuan pemeriksaan fisik memiliki rasio kemungkinan (likelihood ratio/LR) lebih tinggi dalam mendiagnosis penyakit jantung koroner. Karakteristik temuan fisik tersebut mencakup indeks tekanan darah pergelangan kaki berbanding tangan (ankle-brachial-index/ABI) < 0,9, arcus senilis, dan lipatan diagonal pada daun telinga (earlobe crease). [40]

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding perlu dipertimbangkan pada pasien dengan karakteristik gejala nyeri dada atipikal atau non-anginal. Diagnosis banding terhadap angina pektoris akibat penyakit jantung iskemik mencakup penyebab kardiovaskuler lain non-iskemik, penyakit paru, saluran cerna, dinding dada, dan penyebab psikiatrik.

Diseksi Aorta

Diseksi aorta dan perikarditis merupakan penyakit kardiovaskuler non iskemik yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding terhadap angina pektoris. Diseksi aorta asendens dapat memiliki gejala berupa nyeri dada substernal sedangkan diseksi aorta desendens umumnya ditandai dengan nyeri dada posterior di area interskapula. Penjalaran ke arah pinggang dan panggul dapat terjadi pada diseksi aorta dan membedakannya dari karakteristik nyeri angina pektoris. Diseksi aorta sering digambarkan sebagai nyeri dada seperti disayat pisau dan merupakan nyeri paling berat yang pernah dialami pasien. Pada subtipe anatomi tertentu yang melibatkan perikardium dan ostium arteri koroner, diseksi aorta dapat pula disertai instabilitas hemodinamik dan dapat berujung kematian pada sebagian besar kasus. Pemeriksaan computed tomography angiography (CTA) merupakan modalitas diagnostik pilihan pada kasus diseksi aorta. [41]

Perikarditis Akut

Perikarditis akut ditandai dengan nyeri dada retrosternal yang memberat dengan posisi berbaring dan membaik ketika posisi badan tegak serta dapat didahului gejala prodromal berupa demam, lemas, dan mialgia. Perbedaan lain nyeri dada akibat perikarditis dari angina pektoris adalah sensasinya yang makin memberat saat inspirasi. Pada pemeriksaan fisik perikarditis akut dapat ditemukan friksi perikardium saat auskultasi jantung. Elektrokardiogram dapat menunjukkan perubahan depresi segmen PR dan elevasi segmen ST yang merata hampir di semua sandapan, sedangkan foto toraks dapat mengungkap adanya efusi perikardium. [42]

Emboli Paru

Emboli paru biasanya ditandai dengan sesak napas saat istirahat atau beraktivitas, nyeri dada pleuritik, nyeri dan pembengkakan betis atau paha. Pada kasus emboli paru masif, infark paru yang luas dapat terjadi dan biasanya disertai dengan hipotensi yang dapat berakibat fatal. [44]

Pneumothorax

Lokasi nyeri dada pada pneumothorax biasanya bersesuaian dengan hemitoraks yang terkena dampak penyakit tersebut dan karakteristiknya atipikal. Pneumothorax dengan mudah dapat dibedakan dari angina pektoris dengan adanya beberapa temuan pemeriksaan fisik yang membantu, seperti penurunan hemithorax saat inspirasi, hiperresonansi saat perkusi dinding dada, dan penurunan bunyi napas pokok pada auskultasi. [45]

Pneumonia

Pneumonia biasanya diawali dengan gejala sesak napas yang menyertai batuk produktif, demam, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan pneumonia dapat ditemukan penurunan bunyi napas pokok serta ronkhi pada hemitoraks yang terinfeksi. [46]

Heartburn

Nyeri akibat penyakit esofageal (heartburn) memiliki karakteristik berupa rasa terbakar yang berhubungan dengan postur berbaring, terjadi setelah makan, dan disertai dengan disfagia. Berbeda dengan angina pektoris yang terjadi saat usai makan besar, nyeri dada akibat spasme esofageal terjadi secara konstan selama dan setelah makan. Spasme esofageal juga dapat membaik dengan pemberian nitrogliserin sehingga interpretasi respons pasien terhadap obat tersebut perlu dilakukan dengan hati-hati. Di sisi lain, nyeri esofageal biasanya membaik dengan konsumsi susu, antasida, makanan dan minuman hangat. [21]

Kolik Bilier

Penyebab nyeri dada atipikal lainnya adalah kolik bilier. Perbedaan karakteristik nyeri pada kolik bilier dibandingkan angina pektoris adalah sifat nyeri yang menetap, berlangsung lama hingga 2-4 jam, dan membaik spontan tanpa adanya gejala antara dua episode serangan. Nyeri juga paling berat dirasakan di perut kanan atas walaupun dapat menyebar ke epigastrium dan prekordium. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosis adanya batu empedu sebagai penyebab kolik serta mengevaluasi anatomi kandung empedu dan saluran empedu. [21]

Kelainan Muskuloskeletal

Beberapa kondisi muskuloskeletal juga dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan angina pektoris. Pada kostokondritis, nyeri dada biasanya terletak pada sambungan kostokondral tanpa disertai pembengkakan. Apabila terjadi pembengkakan sambungan kostokondral, pasien patut dicurigai menderita sindrom Tietze. Nyeri dada biasanya semakin memberat saat dilakukan palpasi pada sambungan kostokondral tersebut. Walaupun demikian, hal tersebut bukanlah temuan spesifik untuk kostokondritis saja dan tidak serta merta menyingkirkan diagnosis penyakit jantung koroner. [21]

Tabel 2. Diagnosis Banding Penyebab Nyeri Dada Selain Angina Pektoris

Penyebab kardiovaskular non iskemik

Diseksi aorta

Perikarditis

Penyakit paru-paru

Emboli paru

Pneumotoraks

Pneumonia

Pleuritis

Penyakit gastrointestinal

Spasme esofageal

Esofagitis

Refluks gastroesofageal

Kolik bilier

Kolangitis, kolesistitis, koledokolitiasis

Ulkus peptikum

Pankreatitis

Penyakit dinding dada

Kostokondritis

Fibrositis

Fraktur iga

Arthritis sternoklavikular

Herpes zoster

Penyakit psikiatrik

Gangguan cemas

Gangguan panik

Gangguan afektif

Penyakit somatoform

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat mendukung diagnosis angina pektoris dan menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah, elektrokardiografi, dan radiologi.

Elektrokardiogram

Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) dilakukan pada seluruh pasien yang dicurigai mengalami penyakit jantung koroner (PJK). Beberapa tanda PJK seperti gambaran infark lama dan pola repolarisasi abnormal dapat ditemukan. [6,48]

Pemeriksaan EKG perlu diulang dari waktu ke waktu guna memastikan dinamika perubahan segmen ST khususnya pada kasus iskemia akibat vasospasme koroner. EKG juga dapat menunjukkan gambaran kelainan seperti hipertrofi ventrikel kiri (LVH), hambatan cabang berkas kanan dan kiri (LBBB dan RBBB), preeksitasi, dan aritmia lain. [6]

Pemeriksaan Enzim Jantung

Jika terdapat kecurigaan klinis adanya penyakit jantung koroner tidak stabil, pemeriksaan biomarka jejas miokard seperti troponin T atau I dapat dipertimbangkan, khususnya dengan teknik sensitivitas tinggi. Jika kadar troponin meningkat, manajemen pasien perlu disesuaikan sebagaimana yang direkomendasikan untuk pasien dengan infark miokard akut. Pada angina, enzim jantung umumnya dalam batas normal. [6]

Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan darah lengkap dapat mengidentifikasi anemia maupun hipertiroidisme sebagai pemicu iskemia. Kadar glukosa plasma dan HbA1c perlu diperiksa pada setiap pasien yang dicurigai mengalami penyakit jantung koroner guna mengidentifikasi diabetes dan memprediksi luaran kardiovaskuler. Peningkatan kadar glukosa plasma puasa dan pasca makan diketahui berhubungan dengan luaran buruk pada pasien dengan penyakit jantung koroner stabil. [5,6]

Apabila temuan anamnesis mengungkap adanya riwayat hipertensi, diabetes, atau penyakit renovaskuler, evaluasi fungsi ginjal harus dilakukan sebab disfungsi ginjal berkaitan dengan prognosis buruk pada pasien dengan angina pektoris stabil. [47]

Profil Lipid

Profil lipid yang mencakup kolesterol total, lipoprotein densitas tinggi (HDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan trigliserida harus dievaluasi pada seluruh pasien yang dicurigai menderita penyakit jantung koroner dan angina pektoris untuk menentukan profil risiko pasien serta menentukan langkah terapeutik lanjutan. [6]

Rontgen Dada

Rontgen dada dapat dianggap sebagai pemeriksaan radiologi awal yang rutin dilakukan pada pasien dengan angina pektoris. Modalitas radiologi ini memang tidak memberikan banyak informasi diagnostik maupun berperan khusus dalam stratifikasi risiko pada pasien dengan penyakit jantung koroner stabil. Namun, pemeriksaan ini dapat membantu mengungkap beberapa kondisi yang terkait dengan angina pektoris stabil seperti hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik serta menyingkirkan diagnosis banding dengan risiko mortalitas serius seperti gagal jantung. [6,37]

Ekokardiografi

Ekokardiografi transtorasik (transthoracic echocardiography/TTE) dua dimensi dan Doppler saat istirahat akan memberikan data penting tentang struktur dan fungsi jantung. Pada pasien angina pektoris, fungsi ventrikel kiri biasanya normal walaupun kelainan gerakan dinding regional dapat terdeteksi. TTE juga dapat membantu mengenali karakteristik penyakit lain seperti penyakit jantung katup dan kardiomiopati hipertrofik yang juga perlu dipertimbangkan sebagai penyebab gejala angina pektoris. [6]

TTE sebaiknya dilakukan hanya jika pasien dicurigai menderita penyakit jantung iskemik, memiliki riwayat infark miokard, gambaran gelombang Q patologis pada EKG, serta tanda dan gejala gagal jantung, aritmia ventrikuler, serta murmur yang belum terdiagnosis. [5] Apabila memungkinkan, evaluasi arteri karotis dengan menggunakan ultrasonografi dapat membantu penentuan ketebalan intima-media dan mengidentifikasi plak. [6]

Uji Latih Jantung (ULJ)

Uji latih jantung (ULJ) menggunakan treadmill atau ergometer sepeda yang dilengkapi dengan pemantauan EKG 12 sandapan merupakan metode diagnostik lanjutan yang dipertimbangkan bagi pasien dengan probabilitas pretes terhadap penyakit jantung koroner stabil antara 15%-65%.

ULJ dapat memicu munculnya kelainan pada EKG yang bersifat diagnostik untuk PJK seperti depresi segmen ST ≥ 0,1 mV yang berdurasi 0,06-0,08 detik dan didahului titik J pada satu atau lebih sandapan. Namun, pemeriksaan semacam ini sangat dibatasi oleh kemampuan pasien khususnya bagi mereka yang memiliki masalah muskuloskeletal maupun penyakit non jantung yang mempengaruhi tercapainya titik lelah. Alternatif terhadap hal ini adalah penggunaan uji latih yang dipicu secara farmakologis. [6,34]

Sementara itu, ULJ juga bermanfaat dalam menilai efikasi terapi farmakologis maupun revaskularisasi serta menentukan peresepan latihan fisik yang aman setelah gejala angina terkendali. Untuk tujuan tersebut, ULJ dilakukan ketika pasien sedang mendapat pengobatan agar performa fisik dan pengendalian iskemia dapat dinilai. [6]

Angiografi Koroner Invasif

Pemeriksaan non invasif biasanya sangat membantu dalam menegakkan probabilitas adanya sumbatan arteri koroner sehingga angiografi koroner invasif hanya dilakukan pada pasien dengan karakteristik tertentu saja. Angiografi koroner dapat dipertimbangkan apabila pasien tidak dapat menjalani teknik pencitraan latih jantung (stress imaging), memiliki fraksi ejeksi ventrikel kiri (left ventricular ejection fraction/LVEF) < 50% disertai angina tipikal. Angiografi koroner juga mungkin diperlukan pasca stratifikasi risiko secara non invasif untuk menentukan perlu atau tidaknya tindakan revaskularisasi. [5,6]

Menurut sebuah studi terbaru, penggunaan percutaneous coronary intervention pada angina stabil tidak membawa manfaat bermakna dibandingkan sham surgery.

Sementara itu, angiografi koroner tidak boleh dilakukan pada pasien angina pektoris yang menolak prosedur invasif, revaskularisasi koroner, serta pasien yang bukan kandidat intervensi koroner primer atau coronary artery bypass grafting (CABG). Tindakan angiografi koroner pada pasien dengan karakteristik tersebut tidak akan memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup pasien. [6]

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Jantung

MRI jantung dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kelainan struktural jantung dan fungsi ventrikel. Modalitas radiologi ini disarankan bagi pasien yang telah menjalani ekokardiografi dengan hasil yang inkonklusif dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap MRI jantung. [6]

Referensi

5. Fihn SD, Gardin JM, Abrams J, Berra K, Blankenship JC, Dallas AP, et al. 2012 ACCF/AHA/ACP/AATS/PCNA/SCAI/STS Guideline for the Diagnosis and Management of Patients With Stable Ischemic Heart Disease: Executive Summary. Circulation. 2012. 126(25):3097–137. http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2012.07.013
6. Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A, et al. 2013 ESC guidelines on the management of stable coronary artery disease. Eur Heart J. 2013; 34(38):2949–3003. https://academic.oup.com/eurheartj/article-lookup/doi/10.1093/eurheartj/eht296
21. Vlachopoulos C, Georgakopoulos C, Pollalis D, Tousoulis D. Stable Angina Pectoris . Coronary Artery Disease. Elsevier Inc.; 2018. 157-200 p. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/B9780128119082000118
34. Montalescot G, Sechtem U, Achenbach S, Andreotti F, Arden C, Budaj A, et al. 2013 ESC guidelines on the management of stable coronary artery disease-addenda. Eur Heart J. 2013; 34(38):2949–3003. https://academic.oup.com/eurheartj/article-lookup/doi/10.1093/eurheartj/eht296
36. Chang AM, Fischman DL, Hollander JE. Evaluation of Chest Pain and Acute Coronary Syndromes. Cardiol Clin. 2018; 36(1):1–12. https://doi.org/10.1016/j.ccl.2017.08.001
37. Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure. J Am Coll Cardiol. 2013; 62(16):e147–239. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0735109713021141
38. Veselka J, Anavekar NS, Charron P. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy. Lancet. 2017; 389(10075):1253–67. http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(16)31321-6
39. Kang EH, Kang HC. Association Between Earlobe Crease and the Metabolic Syndrome in a Cross-sectional Study. Epidemiol Health. 2012; 34:e2012004. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22977737
40. Mcgee S. Coronary Artery Disease. In: Evidence Based Physical Diagnosis. 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2018. p. 419–28.
41. Elsayed RS, Cohen RG, Fleischman F, Bowdish ME. Acute Type A Aortic Dissection. Cardiol Clin. 2017; 35(3):331–45. http://dx.doi.org/10.1016/j.ccl.2017.03.004
42. Imazio M, Gaita F. Acute and Recurrent Pericarditis. Cardiol Clin. 2017; 35(4):505–13. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0733865117300644
44. Halligan K, Filippaios A, Myers W. Pulmonary Embolism. Hosp Med Clin. 2017; 6(2):244–60. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2211594316300612
45. White D, Eaton DA. Pneumothorax and chest drain insertion. Surg. 2017; 35(5):281–4. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0263931917300492
46. Grief SN, Loza JK. Guidelines for the Evaluation and Treatment of Pneumonia. Prim Care Clin Off Pract. 2018; 45(3):485–503. https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S009545431830037X
47. Lakkas LS, Gkirdis I. Management of patients with coronary artery disease and chronic kidney disease. Contin Cardiol Educ. 2017; 3(2):78–85. http://doi.wiley.com/10.1002/cce2.57
48. Foy AJ, Filippone L. Chest Pain Evaluation in the Emergency Department. Med Clin North Am. 2015; 99(4):835–47. http://dx.doi.org/10.1016/j.mcna.2015.02.010

Epidemiologi Angina Pektoris
Penatalaksanaan Angina Pektoris

Artikel Terkait

  • Mematahkan Dogma Medis Tentang Nyeri Dada
    Mematahkan Dogma Medis Tentang Nyeri Dada
  • Trimetazidine dan Bisoprolol Untuk Penanganan Angina - Telaah Jurnal Alomedika
    Trimetazidine dan Bisoprolol Untuk Penanganan Angina - Telaah Jurnal Alomedika
  • Penggunaan Coronary CT Angiography pada Angina Pektoris Stabil
    Penggunaan Coronary CT Angiography pada Angina Pektoris Stabil
Diskusi Terkait
Anonymous
29 Desember 2022
Bagaimana edukasi untuk pasien dengan asam lambung DD/ angina pektoris - Jantung Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Selamat sore dr. Farhanah SpJP. Bagaimana cara mudah memberikan edukasi pasien untuk membedakan nyeri dada akibat asam lambung atau angina pektoris suspek...
Anonymous
29 Desember 2022
Kapan tes treadmill diperlukan - Jantung Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Farhanah, Sp.JP(K)Izin bertanya dok, sebaiknya pasien dengan kondisi seperti apa sajakah yang perlu dirujuk ke dokter spesialis jantung untuk...
Anonymous
01 Agustus 2022
Tatalaksana angina stabil
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dok, apa tatalaksana yang tepat untuk kasus angina stabil? 

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.