Pendahuluan Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah kumpulan gejala yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bergerak, mempertahankan keseimbangan, dan tonus otot. Cerebral palsy adalah gangguan motorik yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak, dan disabilitas yang timbul akan berlangsung seumur hidup.[1]
Cerebral palsy dapat terjadi apabila ada bagian otak janin yang tidak berkembang dengan baik saat kehamilan, atau terjadi kecacatan saat persalinan. Beberapa hal yang dapat menyebabkan cerebral palsy antara lain perdarahan otak janin dalam kandungan, kekurangan suplai oksigen ke otak, kejang saat kelahiran atau bulan pertama kehidupan, infeksi ibu maupun janin, cedera kepala, atau kondisi genetik tertentu. Faktor yang meningkatkan risiko cerebral palsy mencakup kehamilan multipel, riwayat kejang pada ibu, gangguan kelenjar tiroid, inkompatibilitas rhesus, konsumsi zat toksik seperti merkuri, atau infeksi dalam kehamilan.[1-3]
Penegakkan diagnosis cerebral palsy dilakukan dengan mengandalkan evaluasi klinis yang diawali dengan pemantauan tumbuh kembang anak. Apabila anak dicurigai mengalami cerebral palsy, dilakukan rujukan kepada dokter spesialis neurologi atau dokter spesialis anak yang kompeten. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan, seperti pemeriksaan darah lengkap, CT scan, MRI, USG kepala, dan elektroensefalogram (EEG).[2]
Penatalaksanaan cerebral palsy dibagi menjadi medikamentosa dan non medikamentosa. Sampai saat ini, tidak ada terapi definitif untuk menyembuhkan cerebral palsy. Penatalaksanaan yang diberikan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan bertujuan untuk membantu pasien agar dapat aktif dan mandiri. Modalitas terapi yang utama adalah intervensi sedini mungkin dan rehabilitasi medis. Terapi medikamentosa dapat diberikan untuk menangani spastisitas. Terapi non medikamentosa terdiri dari terapi fisik dan okupasional, terapi wicara, penggunaan peralatan adaptif dan orthosis, serta tindakan bedah.[4]